On Media:
LANY - Malibu NightsJENDELA kamar dengan cat berwarna putih itu belum ditutup oleh Bita. Lampu dikamarnya malam ini dibiarkan mati. Waktu menunjukkan pukul tiga pagi. Dan Bita baru tiba dirumah pukul dua lebih sepuluh menit. Tentu saja diantar oleh Akbar.
Selepas apa yang dilakukan Akbar beberapa jam lalu di roof top sekolah, banyak sekali hal-hal yang bermunculan di dalam kepala Bita. Bingung. Kesal. Rasa bersalah. Marah. Merasa jahat.
Terutama perihal Lula.
"Ta?"
Suara itu sudah genap keempat kalinya berusaha memanggil Bita dari arah depan rumah. Dan itu sudah pasti suara Akbar. Bita tidak tahu harus bagaimana. Matanya masih sembab dan terasa perih. Hidungnya pun masih mampet dan pipinya masih terasa panas.
"Sorry," kata Akbar cukup keras sampai lamat-lamat bisa masuk ke dalam kamar yang jendelanya terbuka itu.
Kemudian, Bita dengan ragu mulai berjalan kearah pintu balkon, dan memutuskan untuk keluar dan menemui Akbar yang sejak tadi sudah menunggunya. Berbeda dengan Bita yang masih memakai kaos warna hitam sesuai dress code panitia pensi, Akbar yang tadinya memakai jaket jeans kini justru sudah tampak memakai kaos berwarna sama dengan yang dipakai Bita.
Cowok itu sudah menempelkan dadanya dengan pagar balkon, matanya menatap kearah mata Bita yang juga melihat kearahnya.
Hening.
Tidak ada yang bicara.
Setidaknya sampai Bita kemudian berdeham dan bersiap mengatakan sesuatu.
"Mulai sekarang lo nggak usah deket-deket gue lagi."
Suara Bita begitu dingin. Tajam menusuk ke ulu hati. Akbar yang mendengar ucapan Bita langsung menelan ludah dan beku di tempat ia berdiri. Tegasnya pernyataan yang keluar dari bibir perempuan berambut panjang itu sangat gamblang walaupun saat mengatakannya, suara Bita bergetar hebat menahan tangis.
Dan Akbar sama sekali tidak menyangka bahwa Bita akan berkata demikian.
"A– apa?"
"Gue serius, Bar."
"Nggak, Ta." Akbar menggeleng mantap. "Gue nggak mau," tolak Akbar tanpa basa-basi.
"Terserah." Bita kemudian berbalik, bersiap masuk ke dalam kamar dan segera menutup pintu agar percakapan ini tidak perlu ia lanjutkan dan ia perjelas lagi.
"Ta?" panggil Akbar saat melihat Bita hendak masuk ke kamar.
"...."
"Jangan masuk dulu, please..."
"...."
"Ta?"
"...."
"Lo marah karena gue cium?"
Tangan Bita baru hendak meraih kenop pintu balkon dan tubuhnya baru saja akan masuk ke dalam kamar saat Akbar mengeluarkan pertanyaan itu dari mulutnya. Kemudian, Bita mengeratkan genggaman tangannya pada kenop pintu hingga buku-buku jarinya memutih sebelum gadis itu berbalik badan sehingga ia bisa menatap kearah Akbar lagi. Bita kemudian berjalan kearah pagar pembatas balkon dan menumpukan tangannya ke sana.
"Kenapa?" tanya Akbar saat melihat Bita menatap kearahnya. "Bener kan, lo marah gara-gara itu?"
"Gue nggak mau orang-orang tuh salah tangkep, Bar!"
"Soal apa?"
"Soal kita. Soal gue sama lo. Gue sama lo nggak pernah ada apa-apa. Nggak ada yang spesial dan nggak ada yang harus dikhawatirin. Gue nggak mau dibilang ngerebut lo atau main belakang sama lo karena dari awal emang ceritanya nggak kayak gitu." Bita menggenggam besi pagar balkon yang dingin sebab sejak tadi berpapasan langsung dengan udara malam.
![](https://img.wattpad.com/cover/91623525-288-k504217.jpg)