SUASANA kantin tidak seramai tadi saat bel istirahat pertama baru saja dibunyikan. Beberapa siswa sudah kembali ke kelasnya masing-masing. Sisanya, masih duduk seraya menikmati sisa es mereka di gelas plastik sambil membincangkan sesuatu yang dirasa menarik.
Ini sudah tepat dua minggu pasca Bita akhirnya memutuskan untuk membuka hati pada tempat yang tidak seharusnya. Tapi segala tindakan dan perlakuan Akbar padanya tidak bisa membuat Bita menarik diri.
Perasaan Akbar padanya sangat menghalangi.
Sudah dua minggu terakhir pula, Akbar benar-benar menaruh perhatian intens pada Bita. Bahkan, sesekali cowok itu memanggil Bita dengan sebutan Sayang entah secara langsung maupun hanya sekedar via chat. Atau, Akbar sering menyisipkan panggilan itu di sela-sela ucapan selamat tidur lewat panggilan telepon yang mereka lakukan setiap malamnya.
Dan sialnya, Bita terlalu lemah untuk menampik perasaannya.
Mata cewek yang rambutnya kini kecoklatan karena tertimpa matahari itu masih menatap lurus, tapi tidak mengarah pada Fia yang duduk di bangku plastik warna hijau masih sibuk mengaduk mangkok baksonya. Sementara tangan kanannya sibuk mengaduk-aduk isi gelas plastik yang berisi jus jambu.
"Lo beneran nggak mau makan?" Fia mengangkat wajahnya sampai ia bisa menatap Bita. Yang ditanya lalu menggeleng. "Caca mana ya?"
"Katanya tadi ke lab dulu, ngambil jas nya." Bita melepaskan sedotan miliknya dan meletakkan kedua tangan di atas meja. "Jas nya ketinggalan di lab kimia."
"Kebiasaan."
Kedua cewek itu lalu saling diam dan sibuk dengan kegiatan masing-masing. Setidaknya sampai Bita merasa bahwa ada seseorang yang hadir ke meja mereka dan mengambil posisi duduk di samping. Tepat di antara Bita dan Fia.
Fia yang juga merasa bahwa cewek itu tiba-tiba ikut duduk langsung berhenti mengunyah.
"Gue mau ngomong sama lo," kata perempuan yang di bajunya tertera name tag dengan nama Yesi. Cewek itu memang tidak menyebut nama, tapi orang bodoh pun tahu bahwa ia mengajak bicara Bita dari tatapan mata dan arah tubuhnya menghadap.
"Kenapa?"
"Lo ada hubungan sama Akbar?"
Pertanyaan sederhana itu membuat Fia yang sedang makan langsung melepaskan sendok dan garpunya dari genggaman. Cewek itu berniat menyimak lebih intens apa sebenarnya yang akan dikatakan Yesi.
"Maksudnya?" Bita mengeryitkan alisnya. Bukannya ingin munafik, tapi Bita pikir segala hal yang terjadi antara ia dan Akbar adalah privasi mereka berdua dan Yesi sama sekali tidak berhak menguliknya.
Yesi terkekeh. "Yaampun... jangan belaga nggak tau kenapa sih?"
"Lo ngomong nyantai dong," sergah Fia memasang wajah tidak suka. "Bikin gue nggak nafsu makan aja."
"Gue nggak ngomong sama lo," tohok Yesi dalam.
Bita diam, tapi tatapan matanya tidak terlepas dari wajah Yesi yang sejak datang membawa raut tidak sukanya.
"Cabut sono lo ah!" usir Fia tidak sepenuhnya bercanda. Tapi Yesi justru bergeming. Fokusnya kembali pada Bita.
"Lo tau kan," katanya. "Akbar punya pacar?"
"Iya, kenapa?"
"Seharusnya lo punya perasaan lah, Ta. Sebagai sesama perempuan."
"Eh, bebegig sawah!" Fia tersulut emosi. "Asal lo tau aja, Akbar yang deketin temen gue mulu."
"Gue nggak ngomong sama lo."
Berbeda dengan Fia yang menyalak marah, Bita justru tampak lebih santai. Terlihat dari cara cewek itu meminum jusnya. Kali ini Bita terkekeh. Pandangannya dingin menusuk ke arah Yesi. Bita meletakkan gelas jus nya kembali di meja seraya berkata,
![](https://img.wattpad.com/cover/91623525-288-k504217.jpg)