On Media: Demi Lovato - Stone Cold
"KADANG-kadang, mendem masalah sendirian tuh nggak selalu jadi solusi terbaik tau," Suara Arya dari arah pintu rooftop sekolah yang baru saja dibuka membuat Bita akhirnya menoleh tiga detik setelahnya.
Bita tersenyum. Tanpa mengatakan apa-apa.
"Ta," Arya mendekat, ia menyisir rambutnya kebelakang sebelum duduk di samping cewek berseragam putih abu-abu itu. "Masih banyak orang lain."
"Apa?"
"Masih banyak orang lain yang siap dengerin semua cerita lo." Arya menoleh kearah Bita. Lalu ia tersenyum. "Lagian emang enak duduk di sini sendirian?"
Bita menghela napas. Ia enggan menimpali pembicaraan Arya. Cowok itu belum menyerah, Arya kemudian menatap lurus ke arah gedung-gedung yang terlihat dari rooftop sekolahnya.
"Lo tau nggak sih, Ta?" Ada jeda. "Apa yang bikin lo spesial dari yang lain?"
Kali ini Bita menoleh. Tampangnya berubah heran dan alisnya mengernyit. "You don't have to explain, because i'm not special at all."
"Merendah untuk meroket." Arya terkekeh.
"Yakali."
"Serius," kata Arya masih sambil tertawa. "Yaaa kalo lo nggak ngerasa sih mungkin. Tapi ini kan pendapat gue sebagai cowok waktu liat lo."
Bita kembali diam. Pikirannya terus tertuju pada satu orang. Yang tadi berusaha mengajaknya bicara saat ia membeli es teh seusai upacara bendera.
"Lo tuh selalu ramah ke orang, dan cara lo ngasih respon ke cowok-cowok tuh— gimana ya, beda aja." Arya melanjutkan.
"Hah?"
"Lo tuh kayak seolah bilang ke cowok yang deketin lo terus lah menerka, aku akan selalu menjadi teka-teki nomor satu di kepala yang akan selalu kau cari tahu jawabnya."
Keduanya terdiam. Sibuk dengan pikiran masing-masing sampai Arya nyengir hingga deret giginya yang rapih terlihat. "Anjas. Apa nggak ngalahin Fiersa Besari tuh gue?"
Bita tertawa. Ia menggelengkan kepala dan kali ini tatapnya terfokus pada wajah Arya. "Lo tuh pinter tapi kadang-kadang bisa bloon juga ya."
Arya kali ini tertawa, seolah baru menyadari hal-hal yang ia katakan. Tidak biasanya ia sepuitis ini.
Bita lalu berdeham, kemudian menatap Arya kembali. "Ar,"
"Iya?"
"Ada hal yang mungkin nggak lo tau." Bita terdiam dua detik. "Gue adalah tipe orang yang susah suka sama orang. Gue adalah cewek yang susah dibuat terkesan sama usaha orang lain."
"...."
"Tapi, gue bisa menghargai usaha orang lain. Kayak– apa ya.. contoh kecilnya, walaupun gue nggak terkesan atau gak merasa senang, gue akan tetap bilang sekedar makasih, permisi, atau maaf. Dan gue selalu bales chat cowok sekalipun gue nggak tertarik sama sekali. Walaupun cuma bales seadanya, tapi gue pasti bales. Kenapa? Karena gue tau, gimana rasanya di abaikan, gimana rasanya chat nggak dibalas sama sekali. Itu nggak enak. Karena gue aja nggak mau digituin, makanya gue nggak ngelakuin hal itu ke orang lain."
"Cantik amat dah lo," celetuk Arya tiba-tiba sedetik setelah Bita berhenti bicara.
"Tai."
"Serius."
Arya melipat lututnya, lalu menunduk menatap lantai foortop yang hanya dilapisi semen. "Seinget gue, baru kali ini gue slek sama Akbar."
"Hah?"