On Media:
Finding Hope - MistreatHALTE depan sekolah tidak terlalu ramai. Bita memutuskan untuk duduk disana sambil menunggu angkot lewat di jalanan depan sekolah. Sejak dua jam terakhir di sekolah tadi, Bita tidak bisa tenang. Ia merasa sangat bersalah karena sudah mendatangi Akbar dan marah-marah tanpa mencari tahu dulu versi cerita dari cowok itu. Karena tadi Bita hanya tahu dari versi Bimo saja.
Warung mamang masih ramai, banyak anak lelaki yang nongkrong dulu di tempat itu karena malas jika harus langsung pulang ke rumah. Salah satunya adalah Akbar dan Arya. Sedangkan Edo pamit pulang lebih dulu karena sudah ada janji dengan Kartika, sementara Fingky, juga harus pulang karena jemuran di rumahnya tidak ada yang mengangkat jika hujan turun sewaktu-waktu.
Beberapa kali, Bita berusaha curi-curi pandang kearah Akbar yang sibuk tertawa sambil sesekali menyedot es kopi susunya yang nyaris habis. Tapi cowok itu diam, tidak membalas tatapan Bita sama sekali.
"Duluan yak!" kata Akbar begitu es kopi susunya habis, ia langsung ber-high five ria dengan Arya dan beberapa anak lelaki yang belum Bita kenali. Setelah meraih kunci motor di atas meja kayu tepat di samping baki berisi gorengan yang nyaris habis, Akbar melirik kearah Bita.
Cowok itu berusaha mengabaikan bahwa disebrang jalan, Bita sedang menunggu angkot atau jemputan yang tak kunjung datang. Akbar masih merasa kecewa dengan respons yang diberikan Bita atas kejadian yang terjadi saat jam istirahat tadi.
Cowok itu langsung naik ke motornya, menyalakan mesin motor warna merah itu, sesekali memainkan gas untuk memanaskan mesin sebelum memasukkan gigi dan mulai berjalan. Melalu Bita yang jelas-jelas menatapnya dengan perasaan bersalah. Punggung Akbar terus mengecil, menjauh dari lingkungan sekolah.
Dan mata Bita masih setia menatapnya. Akbar tidak menyapanya sama sekali, tidak lagi menawarnya tumpangan seperti tempo hari. Perubahan Akbar semakin membuat Bita tidak nyaman, ia gelisah dan merasa bersalah.
Sama hal nya Akbar, begitu motornya berbelok kearah kanan dan hilang ditelan tikungan, cowok itu menghela napasnya berat. Ia betul-betul ingin putar arah, kembali ke sekolah, dan mengantar gadis itu pulang sampai dirumah.
Tapi tidak bisa semudah itu karena satu menit sebelum ia menghabiskan es kopi susunya, dan memilih pergi meninggalkan sekolah, ponselnya bergetar.
Lula: Aku udah bel nih. Kamu udah sampe mana?
***
MALL dekat sekolah Lula adalah tempat yang dipilih Akbar untuk menghabiskan waktu bersama cewek bermata coklat yang hari ini memakai bando warna hitam dengan sedikit motif bunga putih yang sederhana di atas kepala. Tangan keduanya bertautan satu sama lain. Sesekali, Lula melirik ke arah kanan dan bisa mendapati wajah Akbar sedang mengamati keadaan sekitar.
Di tangan kanannya, Lula membawa sebuah bingkisan berisi beberapa alat make up pembelian Akbar untuk dirinya. Cewek itu sesekali terlihat tertawa saat Akbar membuat lelucon konyol.
Selayaknya sepasang kekasih, dua remaja ini masuk ke gedung bioskop untuk menonton film. Walaupun sebetulnya, Akbar dan Lula sama-sama tidak punya tujuan untuk menonton film tertentu.
"Mau nonton apa?" tanya Lula seraya mengarahkan jemarinya kearah rambut Akbar yang bergerak turun menutupi dahi dan menyisirnya ke belakang, kemudian gadis itu tersenyum.
Akbar terdiam tapi ia tersenyum. Ia menatap wajah Lula, terutama matanya. Akbar selalu suka warna iris mata Lula yang berwarna cokelat. Bahkan saat gadis itu tidak berada di bawah terik matahari, bahkan di tempat gelap sekalipun, iris mata Lula akan tetap berwarna cokelat seperti kacang hazel yang indah jika ditatap berlama-lama.