On Media:
The 1975 - Robbers***
RENCANANYA, hari ini panitia pensi yang ditugaskan sebagai Humas akan bertemu dengan Alvin selaku ketua, Meidita selaku sekertaris, dan beberapa siswa lain yang jabatannya sebagai Seksi Acara.
Pasalnya, siang ini mereka akan mendiskusikan siapa sekiranya Guest Star yang akan tampil di acara ulang tahun sekolah itu, kapan timing yang tepat untuk mengantar proposal ke pihak sekolah dan pihak-pihak sponsor yang terlibat. Dan tentu saja, peran Humas sebagai seksi sibuk sangat dibutuhkan.
Nantinya, empat orang yang ditugaskan harus mendampingi Guest Star, koordinasi dengan pihak terkait, mengantar proposal dana kesana kemari, konsumsi, keamanan, dan lain-lain. Pokoknya, kalau kata Guntur, Humas mah udah kayak pembantu yang tugasnya paling capek karena harus mondar-mandir kesana dan kemari.
"Yuk, Bar!" ajakan Meidita membuat Akbar melirik gembira kearah Jaya dan Fingky secara bergantian. Cewek yang hari ini memakai jepit rambut warna putih di atas telinga kanan itu memberi kode agar mereka berdua bisa bangkit dari kursi bersamaan.
Di depan kelas, Bu Yanti sibuk mengoceh soal bela negara sebagai tugas utamanya sebagai guru PKn di sekolah. Tapi, bibirnya langsung terkatup dan suaranya lenyap saat Akbar bangkit dari kursi. Sepertinya Bu Yanti ini trauma karena pernah opname satu minggu full di rumah sakit karena ulah Akbar 'n fren. Saking emosinya Bu Yanti saat itu, hipertensinya kambuh dan ia harus dirawat jika tidak mau terserang stroke mendadak.
"Bu," Suara Meidita yang buka suara lebih dulu begitu Akbar dan gadis itu sudah berdiri di samping meja guru membuat Bu Yanti memasang wajah lega. "Saya sama Akbar izin meninggalkan kelas, kami ada rapat panitia buat pensi sekolah."
Akbar menoleh ke dua teman sepermainannya yang menatapnya iri karena Akbar bisa lolos dari pelajaran super garing itu tanpa perlu susah-susah membolos. Lidah cowok itu lalu terjulur meledek Fingky dan Jaya.
"Bangsaaaaat," balas Fingky dengan gerakan bibir tanpa suara, sehingga tidak ada yang tahu ia sedang berkomunikasi jika tidak langsung menatap pada cowok itu.
"Woi, baso malang pesenin," desis Jaya setelahnya.
Akbar tidak habis pikir, saat jam pelajaran begini, bisa-bisanya Jaya memikirkan soal baso malang yang sering mangkal di depan warung Mamang.
"Iya, makasih, bu." Meidita tersenyum pada Bu Yanti yang entah sudah memberi respons apa karena Akbar tidak mendengarkan perkataan guru itu sama sekali. "Yuk, Bar."
"Yuk." Akbar mengangguk sekali.
"Permisi, Bu," kata Meidita sopan. Bu Yanti tersenyum tipis.
"Daaah ibu!" kata Akbar sambil melambaikan tangan dan sesekali menempelkan telapak tangannya pada bibir lalu mengarahkannya pada Bu Yanti sebagai simbol cium jarak jauh.
"Astaghfirullahalazim."
"Bangsaaat, cabut sono bangsaaaat," Fingky masih sibuk mengumpat kearah Akbar yang kali ini sudah beralih menatap kearahnya dengan tampang penuh kemenangan.
Akbar melambaikan tangannya diam-diam kearah Fingky dan membuat cowok itu semakin kebakaran jenggot karena merasa iri. "Pamer, asuuuuuuuuuu."
Akbar dan Meidita baru saja menutup pintu kelas saat tiba-tiba...
"Fingky?"
Suara Bu Yanti langsung membuat Fingky rasanya ingin pura-pura kesurupan saja. Bibirnya masih manyun karena habis mengatakan 'asu' walaupun tanpa suara. Tapi, sialnya cowok itu tidak sadar jika sejak tadi Bu Yanti sudah memperhatikan gerakan bibirnya.
