On Media:
Cigarettes After Sex - Crush***
MATA Jaya belum terbuka saat bel panjang tanda pulang sekolah berbunyi. Pak Hardi, guru Sosiologi baru saja menutup jam pelajaran dan melangkah keluar kelas disusul Saras dan Amel di belakangnya. Siswa-siswa di kelas dua belas IPS II langsung berhamburan, kecuali beberapa murid yang masih memiliki urusan di sekolah.
Akbar yang tadi masih sibuk menggulung kabel ear phone dan memasukkannya ke dalam laci, langsung merogoh ponsel dari saku celana dan memantau keadaan ponselnya.
Lula: Kamu pulang jam berapa?
Sebuah pesan singkat dari Lula yang masuk lima belas menit lalu langsung membuat Akbar menggeser screen lock nya dan memasukkan passcode yang sudah ia hapal di luar kepala.
Akbar: Jam 3 kayaknya. Pulang sekolah aku rapat panitia pensi sekolah
Akbar: Kenapa?
Lula: Aku lagi kerkom di rumah Gina, nanti sore kamu jemput aku bisa?
Akbar: Yaudah beres rapat pensi aku jemput ya
Lula: Makasih ya
Akbar: Sama-sama, semangat kerja kelompoknya ya
Lula: Kamu juga semangat ya rapat pensinya, kabarin aku terus
Akbar: Siap jenong
Lula: Oiya, bedak yang dari kamu ilang :(
Akbar: Kok bisa ilang? Lupa naroh kali
Lula: Mungkin. Tapi aku cari nggak ada di kamar
Lula: Beliin lagi ya?
Akbar: Iya gampang.
Akbar: Yaudah aku rapat dulu
Setelah dua pesan itu terkirim, Akbar langsung mematikan benda persegi miliknya lalu memasukkannya ke saku celana. Setelahnya, tangan Akbar menjulur untuk menepuk kepala Jaya yang masih menempel pada meja.
"Bangun anjrit!"
Di bangku depan sudah ada Fingky yang menghadap kearah Akbar dan Jaya.
"Woy! Pulang ayo!" tambah Fingky semangat. "Mamang dulu kuy."
Masih tidak ada jawaban.
"JAY! MATI LO YA?!"
Jaya langsung menggeliat, membuka kelopak matanya perlahan dan langsung menatap Akbar dengan matanya yang masih memerah.
"Pak Hardi mana?" tanya cowok bertubuh besar dan tinggi itu.
"Udah keluar, bahlul! Balik nggak?"
Jaya langsung mengangguk begitu Fingky mengajaknya untuk pulang— sebetulnya mampir nongkrong dulu di warung Mamang, sih. Dua anak laki-laki itu langsung menatap Akbar bersamaan. Ketiganya langsung keluar dari kelas. Sebetulnya Akbar bingung harus kemana sekarang karena ia malas ikut rapat panitia.
"Ke Yanto sama Edo dulu, nggak?" tanya Fingky.
"Kuy."
Akbar baru hendak menyisir rambutnya ke belakang karena rambut itu menutupi dahinya saat ponsel di saku kemeja sekolah yang ia pakai bergetar. Tadinya, Akbar mengira bahwa itu adalah pesan dari Lula. Tapi ternyata ia salah.