Refranda?

87 6 0
                                    

Suara bising dan protesan para siswa membuat kelas XII IPA 1 gaduh seketika.

Hanya ada satu penyebabnya!

Apalagi jika bukan guru Matematika yang super duper galak itu tiba-tiba memberi petuah bahwa hari ini akan diadakan ulangan sebagai nilai tambahan.

Sepertinya kali ini Dafira mendapatkan banyak dorongan, tidak hanya dirinyalah yang berubah menjadi bete sambil terus mengeluarkan protesnya, lagian siapa sih yang mau ulangan mendadak pelajaran Matematika lagi, nggak mendadak aja nilainya minim apalagi mendadak kaya begini.

Tapi kayanya semua itu tidak berpengaruh kepada sosok lelaki yang masih nampak tenang dengan buku bacaannya menganggap angin lalu pada suara kegaduhan dikelas.

"Sudahlah, kalian ini makanya belajar itu setiap hari bukannya kalau ada ulangan saja, kalau begini jadi repot sendiri kan." suara penggaris yang dipukul pada meja dengan keras membuat kelas seketika berubah hening.

"Sebaiknya kalian itu contoh Refranda mau ada ulangan atau tidak dia selalu belajar, jadi dia ngak usah repot-repot protes lagi seperti kalian, tinggal duduk santai menunggu soal." Itulah salah satu kebiasaan para guru jika murid sekelas memprotes tentang ulangan mendadak maka para guru pasti akan langsung menyangkutpautkannya pada Refranda anak emas mereka.

"Tapi itu kan Refranda bukan kita, semua orang punya ciri khas masing-masing dan jangan samakan mereka karena mereka tidak sama." Sahut Farhan si ketua aksi demo pemberantas guru yang senang mengadakan ulangan mendadak.

"Saya tahu itu, tapi mencontoh yang baik apa salahnya sih." karena dongkol Bu Vita langsung saja membagikan kertas soal.

Baru saja Farhan ingin mengajukan protes, Bu Vita sudah terlebih dahulu memberi petuah jika mereka masih saja prores maka nilai ulangannya akan dikurangi minus 20 dan tidak boleh ikut remedial.

Meringis karena soal di hadapannya Dafira lebih memilih untuk mengabaikannya, menenggelamkan kepalanya pada gulungan tangannya.

Dari 25 soal dan Dafira hanya bisa mengerjakan 5 soal, parah sekali nasibnya ini sangat jauh berbeda dengan Refranda yang sedang mengerjakan soal terakhirnya dengan khusu.

"Kalau nggak bisa ya minta tolong, bukannya malah nyerah gitu aja." suara Refranda membuat Dafira mengangkat kepalanya menatap bingung pada Refranda yang sedang mencondongkan tubuhnya menatap soal LjK Dafira yang masih banyak kosongnya.

"Emangnya siapa coba yang mau bantuin, yang lain aja lagi sibuk sama soalnya masing-masing." dengan cekatan Refranda merebut LJK milik Dafira dan menuliskan sesuatu disana.

Lama, Dafira hanya mengamati Refranda dari pinggir.

Seperempat jam Refranda kembali mengembalikan LJK Dafira. "Udah saya tulis rumus sama cara pengerjaannya, tinggal kamu hitung aja hasil akhirnya."

Mau tak mau senyum Dafira mengembang menatap LJK nya yang sudah mulai terpenuhi tulisan Refranda, sepertinya lelaki itu menang menuliskan rumusnya dengan mencontoh tulisan Dafira agar Bu Vita tidak curiga.

"Makasih banget Re, tapi kamu nolongnya kok setengah-setengah bukannya isi aja sama kamu semuanya."

"Kalau saya isi semua kapan kamu mikirnya, lagian walaupun jawaban kamu salah kamu tetep bakalan dapet nilai karena udah nulis rumus sama cara pengerjaan yang benar." Dafira terperengah Refranda jadi lebih banyak mengeluarkan suaranya, ya walaupun hanya untuk keperluan mendesak saja, masih sama kok dia masih tidak suka basa-basi karena dulu Refranda pernah bilang kalau orang yang suka basa-basi itu adalah orang yang suka cari perhatian.

"Yaudah deh, thank you so much Refranda." Refranda mengangguk sekilas lalu berjalan meninggalkan Dafira untuk mengumpulkan soal ulangan kepada Bu Vita, orangnya sudah menghilang dari kelas tapi ucapannya masih membekas, andaikam Dafira tidak diburu-buru karena waktu yang tersisa makin mepet sudah dipastikan bahwa Dafira akan langsung merenungkan ucapan Refranda.

So, relax aja. Bukannya kita teman.

Jadi, Refranda sudah bisa menerima kehadirannya?

****

Catrine menyiapkan makan siang dengan semangat, pakaiannya serba minimnya dulu sudah berubah menjadi pakaian anggun khas ibu-ibu rumah tangga pada umumnya.

Bahkan kebiasaan clubingnya setiap malam sudah lama ia tinggalkan semenjak malam dimana Refranda menolongnya entah kenapa Catrine hanya merasa bahwa semuanya sudah cukup ini waktunya dia harus memulai dari awal, seperti apa yang selalu Adrian harapkan dari dirinya.

Refranda, ternyata anak itu selalu memberikan dampak luar biasa dalam hidupnya.

Sudah beberapa hari ini Catrine merenungkan semuanya dan mulai siang inilah Catrine akan mulai mempraktekan semua yang telah direnunginya.

Suara derap langkah kaki membuat Catrine mendongkak tersenyum hangat pada sosok Adrian yang sepertinya baru pulang dari sekolah, jasnya masih melekat pada tubuh pria itu.

"Feel better?" Catrine mengangguk membantu Adrian mengambil tas kerjanya.

"Aku udah masak makanan kesukaan kamu juga--- Refranda." Adrian tersenyum lembut, tidak dipungkiri bahwa Adrian turut merasa bahagia akan perubahan sikap Catrine.

"Dia pasti senang."

"Dan aku harap dia sudi memakan masakanku." Adrian mengelus lembut rambut Catrine yang sudah diubah warnanya menjadi hitam pekat seperti awal mereka bertemu tidak semerah dan semencolok ketika Catrine masih suka pergi clubbing.

"Yasudah saya ganti baju dulu." baru saja Adrian menaiki satu tangga rumahnya suara lirihan Catrine membuatnya membalikan tubuh menatap Catrine yang sedang menahan tangisnya didepan Refranda yang hanya menatap Catrine datar.

"Hanya akan ada 2 wanita dihidup saya yang saya sudi cicipi masakannya yang pertama Mama Nadine dan yang kedua adalah calon istri saya kelak, jadi sampai kapanpun saya tidak akan sudi mencicipi masakan kamu." Catrine masih terus mencoba menahan isakan tangisnya walaupun air mata sudah membanjiri pipi mulusnya.

"Aku ngerti, tapi apakah kamu tidak akan pernah makan dirumah lagi jika aku terus memasakan makanan?"

Refranda menghela nafas lalu melangkah meninggalkan Catrine begitu saja sebelum suara Adrian mengintruksinya untuk kembali diam.

"Kamu harus bisa menghargai niat baik seseorang Re, makanlah kita akan makan bersama." Adrian menarik paksa agar Refrada mengikutinya kemeja makan.

"Cukup Pah, tidak bisakah Papa berhenti menyakiti perasaan Re?" lirihan Refranda membuat Adrian terdiam.

Refranda menunduk, melepaskan pengangan tangannya yang mulai mengedur. "Re selama ini diam bukan berarti Re pasrah Pah,"

Refranda menghela nafasnya berat. "Kalau Papa terus seperti ini, terus berusaha agar Re menerima wanita itu, maka itu artinya tanpa Papa sadari Papa akan semakin menanamkan rasa benci Re pada Papa."

Refranda mengakat dan mengatukan kedua telapak tangannya di dada. "Please jangan paksa Re buat tambah ngebenci Papa."

"Re sayang Papa, tapi jika begini terus caranya, Re juga manusia biasa."

Papa juga sangat sayang kamu Re, itu sebabnya Papa seperti ini andaikan kamu tahu jika Papa disini lebih menderita.

Sebentar lagi, kamu akan mengetahui betapa sayangnya Papa padamu.

Bersabarlah Re, dan Papa harap kamu tidak semakin membenci Papa sebelum waktunya tiba.

Bersambung

Sorry for typo

Sincerely

Fauziah

Refranda [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang