The Bad Boy [1]

48.4K 965 29
                                    

Cowok ini baru saja akan menduduki salah satu kursi di meja kosong sudut kantin, sebelum pandangannya teralih saat mendadak pundaknya ditepuk, lalu seseorang menyamai langkahnya.

“Gue denger,” kata orang yang baru datang tersebut, dengan intonasi rendah agar tidak terdengar siapa-siapa. “Keenan kemarin masih diserang aja, dipalakin. Yah, lo kan tau dia gimana.”

Cowok itu terdiam, namun tatapanya sudah berbeda. Sinar pandang yang tadinya tenang itu mendadak berubah tajam. Tapi mulutnya masih diam, sampai dia duduk diikuti temannya tadi.

“Lo gak mungkin diem, kan?” kata temannya itu, namun dengan nada dan sorot mata yang tenang. Sama seperti cowok ini. “Man, gue tau seberapa usaha pun kita bujuk Keenan buat bales tonjokan-tonjokan yang dateng ke dia itu gak ada hasil, tapi gue tau elo. Gak mungkin kan lo diem aja ngopi-ngopi gini.”

Cowok itu, namanya Orion. Yang makin bersikap tenang menyesap kopi pesanannya. Ekor matanya kemana-mana, memperhatikan sana-sini dalam diam. “Kalo lo tau, lo harusnya gak usah tanya.”

Karel, temannya itu sekarang tersenyum puas. Dia mulai meraih korek dan membakar ujung sebatang rokok yang sejak tadi ternyata dia pegang.

“Gak usah makin bego,” kata Orion tiba-tiba, dengan tatapan masih liar kemana-mana, dan sama sekali tidak melihat Karel. Ya.. cowok ini memang sudah terbiasa dengan sifat temannya itu. “Ini masih kantin. Gue males entar ketauan. Gue males entar gue-nya dikira yang ngajakin lo nyimeng. Gue lagi males kena damprat.”

Tapi, Karel malah menunjukkan senyum sinis. “Tenang aja. Hukuman tinggal dijalanin aja lo ambil ribet,” tukasnya santai. Dia menghisap rokoknya, menghembuskan asapnya, lalu memutar-mutar batang rokok itu dengan jari-jarinya sendiri. “Gue juga masih mau liat, mereka udah bosen belom ngasih bonus ke gue.”

“Bonus ayam lo,” dengus Rion sangsi. “Entar ujung-ujungnya gue juga yang diseret, bego. Sumpah lah mending gue nabokin lo daripada harus pulang telat karna dihukum mulu.”

“Alah, kayak lo gak sering aja, goblok,” balas Karel tak kalah sangsi. Tapi, mendadak seuntai ingatan terlintas dalam pikiran cowok bermata cokelat ini. Untuk itu, Karel tersenyum lagi. “Tapi, gue pengen ngerti juga. lo masih males gitu, kalo Kana gue yang cantik pulang siang ini?”

Rion terperangah. Tatapan tajamnya mendadak mengarah tepat menghadap Karel. “Maksud lo?”

Karel berdecak, sibuk lagi dengan rokoknya, sebelum akhirnya dia bersandar pada kursi dan menyahut tenang, “Gue dapet telfon. Pulang sekolah nanti gue kudu udah jemput Kana. Paling sekarang lagi otw.”

Alis Rion terangkat sebelah. “Katanya masih lusa. Kok..?”

“Dimajuin kali,” jawab Karel asal. “Gue juga belom tanya sih. Kemarin Kana nelfon gue kayak keburu. Entar coba tanyain.”

Hening sejenak. Keduanya sibuk sendiri-sendiri sekarang. Karel dengan rokoknya, sedangkan Rion diam melamun, lalu mendadak cowok itu tersenyum. Kilat matanya berubah. Alisnya pun sudah tergerak-gerak nakal. Aura aslinya sudah kembali.

“Ah bodo. Yang penting pacar gue balik, Man!”

Karel lalu berdecak. “Bangsat lo. Gue gak bebas lagi bego!”

“Lo pikir gue nggak?” balas Rion, namun kali ini nada suaranya terdengar semangat. Tidak seperti awal tadi yang lesu. Jadi, dia akan selalu seperti ini jika menyangkat nama Kana. “tapi persetan lah! Rokok aja lo terus sekarang, gak gue larang deh haha!”

Kedua alis Karel berkerut. “Gini nih. Gue males kalo lo udah balik ke sikap bego lo kayak gitu. Tapi, lo udah putusin pacar-pacar lo yang lain, kan?”

The Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang