The Bad Boy [5]

9.3K 340 9
                                    

Bastian terbelalak kaget. Pandangan matanya yang masih ke arah layar ponselnya itu mengisyaratkan tatapan tak percaya terhadap balasan chat Kana barusan. Ya, memang Kana. Bukannya apa-apa, Bastian juga tau betul bahwa Kana sudah punya pacar, tapi apa salahnya say hi beberapa kata terhadap gadis yang sangat dikenalnya itu?

Kanaya Oxilyn V. : Shut up. Jangan ganggu cewek gue, ato gue pastiin dia gak ngenalin lo sama sekali.

Cowok itu menghela napas. Dia lalu mengusap wajah dengan telapak tangannya. Tadinya Bastian kira, malam ini Kana sudah di rumah, bersiap untuk istirahat atau sebagainya. Tapi ternyata dugaan cowok itu salah besar. Isi chat balasan untuknya ternyata masih bisa diketik oleh pacar gadis itu—a.k.a Rion si Troublemaker

Bastian langsung kesal pada orang itu saat mengingat kalimat di atas.

Mendadak pandangannya tertoleh ke samping. Bastian melihat seorang gadis alias sepupunya yang alias lagi adalah Fey, baru saja pulang malam ini dan langsung ikut bergabung dengannya di sofa ruang tamu.

“Baru pulang?” Tanya Bastian basa-basi. Kedua matanya sudah menatapi layar ponselnya lagi.

Fey berdengus. Gurat lelah di wajah cantiknya begitu ketara jelas. Gadis itu memejamkan mata saat bahunya bersandar pada punggung sofa. “Lo gak keluar? Tumben.”

“Apanya sih yang tumben? Lo tanya keliatan banget kalo buat formalitas,” balas Bastian, menyahut dengan kalimatnya yang frontal namun seadanya. “Gue di sini anak baru, bego. Masih cupu gitu deh. Masih bingung mau jalan kemana, ama siapa--”

“Lah, orang lo kemarin pergi ampe jam dua pagi!”

Bastian lalu menatap ke depan. Menerawang sambil terdiam. Dia nyengir. Jawabannya barusan memang asal-asalan. “Iya-iya.. gue lagi males aja keluar.”

“Nah, gitu kek. Jawab jujur apa susahnya.”

Tak ada percakapan lagi. Keduanya terdiam, asyik terhanyut dalam pikiran masing-masing. Tapi tiba-tiba Bastian menoleh ke arah Fey lagi, seakan teringat sesuatu. “Lo abis pulang gini--” katanya, menggantungkan kalimat saat bola matanya naik-turun memperhatikan Fey atas-bawah. “Abis jalan lo, ya?” lanjutnya, namun Fey hanya diam. Bastian nyengir jail, “Lagi deket sama orang nih ceritanya.. terus gak bilang-bilang gitu”

“Apaan sih,” tukas gadis itu, dengan pandangan mengarah ke bawah seolah benar-benar menyembunyikan sesuatu. Tapi Fey dengan sikap pongah meraih bantal sofa dan memeluknya. “Gak usah senyum-senyum gitu ngeliatin gue!”

Bastian terkekeh. Sepupu-nya ini akhirnya ‘normal’ juga. “Cerita dong cerita..” kata Bastian lagi, tak henti-hentinya menggunakan nada menggoda seperti itu yang justru membuat Fey makin kesal. “Anak mana dia? Kayak apa bentuknya? Masih bagusan gue pasti yak?”

Kali ini, wajah Fey yang kusut benar-benar tertoleh sepenuhnya pada Bastian. Gadis itu menjawab dengan sedikit geraman, “Nggak, ih! Gue gak lagi deket sama siapa-siapa!”

“Ah, masa?” goda Bastian lagi, tak berhenti. Senyum jailnya itu bahkan belum terlepas. Rasanya geli sendiri terhadap Fey yang menurutnya terlalu asyik dijadikan bahan tertawaan. “Gak usah ngelak mulu, deh. Tadi sore aja gue liat ada mobil asing yang jemput lo, kok. Dia parkir agak jauh dari rumah, kan?”

Kali ini gadis berkacamata itu terdiam. “Lo keterlaluan banget sih ngikutin gue kayak gitu”

“Ini namanya perhatian, coy!” sahut Bastian, dengan nada dibuat-buat. “Nah sekarang, siapa dia? Kali aja gue kenal”

Fey melirik Bastian tajam. Makin jengkel. “Ah, lo pasti tau kok. Karel.”

Bastian mengernyit, lalu mengangguk. Dia kembali bersandar pada punggung sofa, dan asyik lagi terhadap game di ponselnya. Merasa pertanyaan inti sudah terjawab dengan lancar. “Kakaknya Kana. Karibnya Orion.”

The Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang