Fey membenarkan letak kacamatanya yang melorot sampai hidung. Setelahnya, dia mendongak. Memalingkan wajah ke samping, menatapi luar jendela mobil dengan pandangannya yang lelah. Namun terkadang dia mengalihkan sorot matanya juga, ketika berkali-kali melirik ke arah jam tangan putihnya.
“Lo gak bakal nemuin adek lo, walaupun lo ke sana bahkan sama gue.”
Pengemudi yang duduk di sampingnya menoleh sekilas, sebelum akhirnya menghela napas pendek dan menglakson sebuah motor yang menyalip ngawur di depan mobilnya barusan. “Gue udah pertimbangin semuanya.”
Fey berdecak lidah. Bertemu cowok ini, terkadang sebagian dari batinnya sebenarnya mensyukuri saat kakaknya benar-benar berhasil membawa Kana. “Rel, Alvaro gak setolol yang lo pikir. Mungkin kemaren dia lengah, tapi sekali dapet apa yang dia pengen--” Fey menahan napas, dia juga bingung kenapa bisa sekesal ini pada Karel, padahal dengan Rion yang pelaku utamanya saja tidak. Justru Fey merasa simpati pada Rion. “Udahlah, gue bahkan gak bisa bayangin entar gimana adek lo itu.”
“Gue udah tau Kana gak dibawa ke rumah lo. Lo gak usah repot-repot ngejelasin,” sahut Karel tenang. “Dan lo tau kenapa gue bakal anterin lo.”
Fey yang tadinya balik menatap Karel, kini berdengus dan membuang wajah lagi. “Gue gak tau dimana rumah yang Alvaro pake. Dia punya bisnis distro yang namanya udah terkenal dimana-mana. Ya lo bayangin aja seberapa kaya dia. Gue bahkan gak ngerti ada berapa rumahnya.”
“Gue gak peduli,” tukas Karel dingin. “Yang gue tau lo bisa lakuin apa yang gue mau. Gue ngerti lo sama kakak lo itu gak sejalan. Lo itu cewek baik.”
“Dan lo pikir, gue peduli sama adek lo?” kilah Fey, kali ini mengembangkan senyuman remehnya. Sorot matanya mengamati Karel dari samping, dengan gurat kemenangan. “Gue cuma ngelakuin hal sesuai apa yang gue pengen. Jadi, mending lo turunin gue di sini. Gue gak butuh tawaran sok baik dari lo.”
“Jelas lo peduli!” sentak Karel tiba-tiba, menoleh menatap Fey lagi sepenuhnya. Cuek saja pada laju mobilnya di jalanan yang cukup ramai ini. “Gue tau lo coba nyegah adek gue sama Rion, dan itu sebabnya lo ada di apartemen tadi!”
Fey balas menatap Karel tajam. “Itu cuma trik Alvaro, bego!” sungutnya. “Dia sengaja nyuruh gue ke apartemen itu, biar gue ketemu Rion, dan Kana tau semuanya! itu yang Alvaro pengen dari awal!”
“Tapi lo gak pernah mau! Itu yang penting!” balas Karel lagi. Dia fokus pada stir mobilnya lagi. “Fey, lo gak pinter bohong. Gue tau lo benci sama gue, tapi gue juga tau lo cukup dewasa buat gak ikut campurin Kana dari semua masalah ini!”
Fey balas menyentak, “Harusnya itu yang lo bilang ke Alvaro!”
“Gue minta maaf!” ucap Karel tiba-tiba, membelok pembicaraan, walau nadanya masih meninggi. “Gue salah, gue akuin. Gue minta maaf sama lo, gue minta maaf!” ulangnya. “Dan.. oke, oke gue bakal ngelakuin segala hal yang lo perintahin. Gue bakal ngelakuin segala apa yang lo suruh. Asal lo maafin gue!”
“Gue gak butuh maaf lo kalo cuma buat nyogok gue biar gue balik bantuin lo.”
“Fey!” bentak Karel, tak tahan lagi. Namun sedetik kemudian cowok itu mengerjap, tersadar. Jemari tangan kirinya memijat pelipisnya sendiri, berusaha mengusir segala rasa pusing dan kepenatannya. Di situ, Fey balas terdiam, tanpa menatap Karel lagi. Akhirnya, cowok itu sekuat-kuatnya meredam emosi. Mengatur napasnya agar terkendali. Lalu, berucap dengan nada yang lebih rendah, “Lo kenal gue, Fey. Lo kenal gue dan seberapa gue khawatirin adek gue.”

KAMU SEDANG MEMBACA
The Bad Boy
Fiksi RemajaKana; Cewek berumur 17th yang berstatus sebagai pacarnya Orion sejak 2tahun yang lalu, penyayang, lemah lembut, sabar banget ngadepin Orion, orang yang paling mengerti Rion Orion; cowok berumur 20th tetapi masih duduk dibangku SMA, playboy, pemaksa...