Gadis ini baru saja selesai mandi dan mengenakan piyama panjangnya yang hangat, saat dia membuka pintu utama rumah besarnya ini.
“Loh, Keenan?” katanya, lumayan kaget. “Kok tumben gak langsung masuk?”
Cowok berambut cokelat pekat itu menghela napas pendek. Dari sorot matanya, dia terlihat lelah sekali. “Itu karna gue tau Karel gak di rumah. Gak enak kalo gue nyelonong masuk nyariin cewek se-agung lo gini.”
Kana terkekeh. “Nggak, kali. Biasa aja. Kayak baru kenal gue aja sih lo”
Keenan mengedikkan bahu-nya. “Siapa tau lo mikir gue mau macem-macem. Mikir kalo gue tuh bahaya dan semacamnya,” katanya. “Jadi, gini. Gue disuruh ke sini nemenin lo, karna Karel sama Rion ada urusan sendiri-sendiri dan mereka gak bisa biarin lo sendirian tanpa awasan.”
Kana terdiam sebentar, lalu mengangguk pelan. Ragu. Tapi dia tetap mempersilahkan Keenan masuk ke dalam. “Mau minum?” tawarnya, begitu kedua bola mata gadis ini melihat Keenan sudah duduk santai di sofa ruang keluarga. “Gak usah ragu mau minta apa-apa. Gue di sini gak akan biarin lo mati kelaparan, kok.”
Cowok itu terkekeh. “Apa aja boleh deh. buatan lo enak semua kok, Ka.”
Kana mengangguk paham. Dia berjalan ke dapur dan membuatkan Keenan segelas es coklat. Gadis itu mendesah. Dia lupa belanja bulanan untuk keperluan makan. Pengurus rumahnya juga pastinya hanya menunggu jatah disuruh. Menyesal juga sempat bercandain Keenan seperti tadi. Jadi, dengan gelas berisi es coklat sisa terakhir di dapurnya, dia kembali ke ruang keluarga, menghampiri Keenan yang sudah asyik dengan tayangan TV flat di sana.
“Diminum dulu, Kee. Kasian elo, kayaknya capek banget”
“Ciye perhatian..”
“Apa sih, rese!”
Keenan menyeringai jahil saat menatap wajah cantik gadis itu yang sudah duduk tak jauh darinya. “Tenang aja lah, gue masih takut digebukin Rion kok,” cengirnya lagi, lalu meraih gelas minumannya. “Btw, makasih ya Kanaya cantik!”
Gadis itu hanya mengangguk, lalu meraih ponselnya. Dia mainkan sebentar, sebelum ikut menonton TV lagi. Mendadak dia teringat sesuatu. “Ah gue tau, lo mau-mau aja disuruh jagain gue karna mau ngepo-in tentang Oliv, kan? Ngaku!”
Mendadak, cowok yang dikenal oleh Kana hampir dua tahunan itu terdiam. “Apa sih, kok Oliv”
“Dia online Skype, nih. Mau gue sambungin? Gue tau kok lo kangen sama dia” cengir Kana yang memegangi ponselnya itu, sambil sesekali melirik Keenan. “Gak usah ragu gitu. Serius nih gue sambungin.. mumpung gue lagi baik.”
Keenan menggeleng pelan. Sorot matanya mendadak berubah makna. Dia jadi teringat perkataan Karel kemarin-kemarin.
“Bener? Jogja sama Jakarta banget loh, Kee, dan Oliv belom tentu mau kalo yang ngehubungin dia itu elo langsung. Ini gue bantu malah lo nolak gitu. Yaudah sih.”
Kana bisa perhatikan sekarang, Keenan memposisikan duduknya agar senyaman mungkin. Gadis itu tau, banyak pikiran-pikiran yang mungkin menaungi otak cowok itu sampai Keenan bisa jadi “se-pendiam” ini. Dari Karel, Kana lamat-lamat bisa memperhatikan setiap orang dari sikap. Gadis itu juga paham sekali, jika Keenan sudah begini, berarti ada sesuatu yang serius, seperti saat Keenan menanyai masalah Oliver-Oliv tempo lalu.
“Nggak, hih! Berhenti godain kayak gitu, keburu keputusan gue berubah lagi” ujar Keenan, wajahnya muram. Dia menumpukan dagu-nya pada satu tangannya yang bersangga pada kaki-nya sendiri. Pikirannya melayang lagi, mengingat Oliv. Gadis yang lucu, karena sejak dulu selalu dia dekati, namun sifat cueknya masih saja berdiri kokoh. “Gue lagi baik gini nih, lo pengaruhin. Kan niat gue yang tulus mau jagain lo jadi goyah gara-gara lo ngomongin Oliv.”

KAMU SEDANG MEMBACA
The Bad Boy
Fiksi RemajaKana; Cewek berumur 17th yang berstatus sebagai pacarnya Orion sejak 2tahun yang lalu, penyayang, lemah lembut, sabar banget ngadepin Orion, orang yang paling mengerti Rion Orion; cowok berumur 20th tetapi masih duduk dibangku SMA, playboy, pemaksa...