Belum ada lima menit, api sudah makin membesar melahap sebuah bangunan di kawasan sekolah tersebut. Gudang belakang sekolah yang berisi meja-meja dan kursi-kursi yang tidak terpakai lagi itu untung saja terpisah dari bangunan sekolah lainnya, sehingga cipratan api tidak menjalar kemana-mana.
Beberapa guru dan siswa sedari tadi terus berupaya memadamkan api. Entah mulai dari bolak-balik kamar mandi untuk menyidukkan air ke ember, atau mencipratkan air dari selang seadanya. Sedangkan petugas kebakaran belum juga datang.
Di balik kerumunan orang, Rion yang baru datang langsung menyeruak dengan kasar. Dia mengamati bangunan yang terlahap oleh api itu dengan tatapannya yang sejak dari kantin tadi sudah nyalang ke sana-sini.
“cuy, kayaknya kok gue liat ada orang masuk ke gudang ya, tadi..”
samar-samar, ucapan dari beberapa orang di sini menyita perhatian Rion.
“Apa gue salah liat? Ah enggak deh kayaknya. Ada cewek kok, gue perhatiin dari taman tadi. Rambutnya bagus sih panjang gitu, tapi jalannya agak pincang--”
Tanpa apa-apa lagi, Rion langsung berlari ke depan pintu gudang yang terkunci rapat tersebut, dan tak peduli banyak orang yang meneriakinya untuk menjauh. Cowok itu mendobrak pintu dengan kaki, namun gagal. Tidak menyerah, Rion mendobrak lagi dengan bahunya secara kuat-kuat. Makin tak peduli dengan panas api. Gagal lagi. Dan akhirnya, pintu berhasil terbuka ketika Karel yang baru datang ikut mendobraknya.
“Biar gue yang masuk.” kata Rion, menangkap gurat sinyal jika Karel menyusul ke sini dengan cepat, tandanya Kana tidak di kelas.
“Hati-hati.”
Rion tak mendengar apa-apa lagi setelah itu. Dia masuk ke gudang, menahan napasnya yang sesak dan matanya yang cepat berair karena panas api. Dia telusuri seluruh ruangan yang lumayan luas ini.
“Kanaya!!!”
Banyak runtuhan kayu yang terjatuh karena lapuk dimakan api. Bahaya sekali posisinya. Tapi Rion belum menyerah. Dia bahkan samar-samar mendengar suara rintihan orang dari ujung gudang. Rion cepat-cepat ke sana, dan firasatnya betul. Kana tergeletak lemah di sana. Duduk, dengan pandangan muram sambil bibirnya merintih lirih. Satu kakinya tertimpa balok besar, mungkin itu yang membuatnya tidak bisa menyelamatkan diri.
“Orion..”
“Sayang, tahan.” kata Rion cepat. Dia meraih balok itu kuat-kuat dan membuangnya ke sembarang tempat, sampai kaki Kana bebas. Cowok spikey itu lalu meraih bahu Kana, merangkulnya dan menuntunnya berdiri.
“Rion, sakit” air mata Kana meleleh. Gagal menahan sakit di kakinya. Atau bahkan goresan-goresan luka di seluruh tubuhnya. Tapi yang paling parah adalah kedua kakinya, tentu saja. Baru saja kemarin dia mendapat luka di lutut kananya, sekarang kaki kirinya tertimpa balok yang besar dan panas. Dengan lenguhan itu, Rion tersadar. Cowok itu dengan cepat memegangi belakang pinggang Kana, dan membopong tubuh ramping itu.
Secara cepat namun hati-hati Rion melangkah, menghindari runtuhan kayu dan percikan api. Sampai akhirnya keluar dari gudang itu.
***
“Ke rumah sakit, ya?”
Gadis cantik ini menggeleng. Menolak seluruh tawaran yang terucap sedari tadi. Pandangannya yang kosong itu hanya terarah pada seorang guru Biologi yang sedang mengobati lukanya, dibantu anak-anak ekskul PMR sekolah ini.
“Tapi aku takut kalo kaki kamu—”
“Aku cuma memar, gak perlu ke rumah sakit. Emang mau diamputasi apa.”
Rion terdiam lagi mendengar jawaban Kana yang ketus itu. Cowok itu masih bertahan dengan terus menatapi wajah Kana dari samping. Tanpa ada rasa bosannya. Pandangannya yang lamat-lamat itu sebenarnya terkesan sayu. Getir.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bad Boy
Novela JuvenilKana; Cewek berumur 17th yang berstatus sebagai pacarnya Orion sejak 2tahun yang lalu, penyayang, lemah lembut, sabar banget ngadepin Orion, orang yang paling mengerti Rion Orion; cowok berumur 20th tetapi masih duduk dibangku SMA, playboy, pemaksa...