Rion baru saja keluar dari salah satu ruangan di gedung sekolahnya, dengan tangan kanannya membawa sebuah amplop dan kertas yang terpisah. Kertas itu berisi tentang hasil ujian kelulusannya, yang sebenarnya dari nilai, Rion tidak begitu memperdulikan. Yang penting ia lulus.
Langkah kaki cowok itu berjalan cuek, menyusuri setiap koridor sekolah yang dipenuhi oleh beragam ekpresi teman-teman seangkatannya entah mulai dari sedih dan menangis, atau tertawa bahagia. Jelas, Rion tak akan peduli terhadap mereka. Dia menoleh pun tidak, bahkan ketika beberapa orang menyapanya. Si spikey itu masih tetap berjalan lurus, sampai akhirnya tiba di taman belakang sekolah.
Dengan tenang, Rion duduk di kursi kayu panjang tempat biasanya dia menghabiskan waktu di situ. Pandangannya menengadah, menatap langit mendung yang ditutupi beberapa dedaunan dari pohon di belakangnya. Dia menghela napas.
“Hei. Malah sendirian di sini ih kamu. Ke sana yuk!”
Rion menoleh. Cowok itu mendapati Kana—yang seperti biasa tetap cantik, terlebih Rion yang melihatnya—sudah berada di dekatnya, sambil tersenyum.
“Ayo!” kata Kana lagi, kali ini meraih tangan Rion. “Gak mau ngerayain kelulusan kamu?”
Pelan, Rion menggeleng. Dia malah beralih menjadi menarik tangan Kana, sampai membuat gadis itu duduk merapat di sampingnya. Rion rangkul bahu gadis itu erat-erat.
“Temenin di sini aja, ya? Aku males rame-rame.”
“Kok tumben?” gumam Kana, mengernyit. Tapi gadis itu langsung mengilah pelan, “Oh iya, nilai kamu gimana? Kamu belom kasih tau aku. Masa iya nge-chat cuma bilang lulus?”
Si spikey itu menyeringai sebentar, sambil menghadapkan pandangan ke depan. Melihati view bangunan kota metropolitan ini yang membosankan.
“Kamu liat aja sendiri,” katanya, sambil menyerahkan kertas yang sejak tadi dipegangnya. “Yang penting lulus kan, Shine?”
Jana langsung merebut kertas itu buru-buru, tidak sabar membaca isinya. Begitu bola matanya menelusuri kata demi kata di sana, mendadak dia terbelalak. Setengah menganga, gadis itu berkata tersendat-sendat, “Ri—Rion, i—ini.. nilai kamu jadi lulusan terbaik nomer tiga?!!”
Cowok itu tak menyahut apa-apa. Sambil tersenyum lagi. Sambil masih merangkul bahu gadisnya.
“AAAA RIOONN!!” seru Kana sumringah, dan langsung memeluk tubuh cowok itu dari samping. Sulit sekali menyembunyikan rasa bahagianya. “Ini keren banget tauuu! Selamat yaaa, aku ikut seneng!”
“Makasih ya,” gumam Rion lembut, dan kini menunduk untuk menatap Kana. “Berkat kamu semua kok ini. Aku mah bukan apa-apa.”
“Nggak, Rion. Nggak.” ucap Kana, yang masih memandangi kertas hasil ujian Rion itu. Seperti tidak bosan-bosan. “Ini emang kamu dasarnya aja pinter, cuma kamu-nya nakal. Gak pedulian sama pelajaran. Ini buktinya kamu mau serius dikit bisa kayak gini. Karel juga, Keenan juga tadi nilainya bagus-bagus. Dasar preman-preman.”
Rion tidak menyahut. Dia seakan terlalu asyik untuk terus membelai rambut panjang gadis itu yang tergerai, sambil terus memandangi wajah cantik itu yang tidak pernah bosan dia lihat.
“Makasih ya,” ucap Rion lagi, bernada sama. “Makasih.”
“Rion ih, makasih terus.” bibir Kana seketika mengerucut. Lucu, dan membuat si spikey itu terkekeh. “Dibilangin ini kemampuan kamu sendiri! Suka sok rendah hati deh kamu.”
![](https://img.wattpad.com/cover/93408963-288-k26820.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bad Boy
Подростковая литератураKana; Cewek berumur 17th yang berstatus sebagai pacarnya Orion sejak 2tahun yang lalu, penyayang, lemah lembut, sabar banget ngadepin Orion, orang yang paling mengerti Rion Orion; cowok berumur 20th tetapi masih duduk dibangku SMA, playboy, pemaksa...