Pagi ini, lagi-lagi Keenan mendapatkan kejutan serupa. Baru saja dia bersiap-siap mau pergi, di depan pintu utama rumahnya sudah terdapat muffin lagi. Muffin yang sama, rasa cokelat dengan potongan-potongan chocochip kesukaannya. Lagi-lagi datang padanya. Lagi-lagi ada tulisan maaf-nya.
Keenan menghela napas saat memperhatikan muffin itu. Dia melirik lemah ke sana-sini, sebelum akhirnya membungkuk dan meraih muffin itu. Muffin yang sebenarnya terlihat lezat dan ingin sekali dia gigit saat itu juga. Tapi, mengingat siapa pengirimnya dan apa tujuan sendiri dari mengirim makanan ini, cowok berambut cokelat itu ragu. Ragu sekali.
“Mi, Keenan berangkat!”
Ibunya di dalam rumah yang Keenan ingat, masih sibuk merangkai bunga itu menyahut dengan sedikit omelan, “Jangan kelamaan di luar, Keenan! Kamu itu pergi pagi pulang pagi, gimana hidup kamu mau berubah, he?! Pokoknya kalo kamu blablabla….”
Keenan terkekeh pelan mendengar ucapan ibunya yang semakin lama semakin tidak dia dengar karena cowok itu sendiri buru-buru beranjak menuju mobilnya yang sudah siap di depan teras. Cowok itu masuk ke mobil, masih dengan sebuah muffin itu di satu tangannya.
“Biar gue liat apa mau lo,”
Sekarang Keenan tau dia harus pergi kemana.
***
"Al, sarapannya tuh udah siap.”
Alvaro mengangguk tanpa menoleh. Dia masih sibuk dengan laptop hitamnya. Matanya masih terlalu fokus untuk melirik ke arah-arah yang lain.
“Al, buruan kek! Gue udah susah-susah bikinin lo sarapan, juga! Gak usah terlalu diforsir, itu lo butuh makan juga, kali!”
Suara Fey terdengar lagi, kali ini dengan nada suara menahan kesal. Sorot matanya yang terlihat letih itu melihat jengkel ke arah Alvaro yang sepertinya hampir dua hari tidak beranjak dari hadapan laptopnya—kecuali untuk memenuhi panggilan alam, tentu saja.
“Iya-iya.”
Alvaro mendesah malas. Matanya yang memerah itu masih tak melihat ke arah adiknya. Dia kali ini memang terlalu serius mengerjakan skripsi terakhirnya. Dia ingin lulus!
“Lo makan duluan aja, nanggung tinggal satu bab lagi. Udah sonoo!”
Fey berdecak kesal. Pandangannya melirik lagi ke arah meja ruang keluarga itu. Meja yang penuh dengan kertas-kertas mata kuliah Alvaro, laptop, dan beberapa gelas bekas kopi dimana-mana.
Fey menggeleng prihatin, dan membalikkan badan, hendak menuju ke ruang makan lagi. Namun, belum juga gadis itu melangkah, mendadak rasa pusing kembali mendera kepalanya. Fey melenguh, memegangi dahinya sendiri. Gadis yang memang sejak semalam belum tidur itu sudah terlihat pucat dan lelah. Dia memijit pelipisnya perlahan, berusaha mengusir sakit.
“Ya.. udah, entar buruan makan.. ya? G-gue duluan..” sahut Fey, bernada serak dan pelan sekali. Langkahnya perlahan-lahan maju, berusaha benar-benar sampai ke ruang makan.
Sedangkan Alvaro kini mulai mendongak. Dia memperhatikan adiknya yang sudah terlihat berbeda. Ya, begitu mendengar suara Fey yang serak, konsentrasi Alvaro langsung buyar. Buru-buru cowok itu mengejar Fey yang berjalan lemah ke arah ruang makan. Dan begitu Alvaro sampai tepat di belakangnya, mendadak tubuh Fey terhuyung ke belakang.
Gadis itu pingsan di dalam rengkuhannya.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
The Bad Boy
Genç KurguKana; Cewek berumur 17th yang berstatus sebagai pacarnya Orion sejak 2tahun yang lalu, penyayang, lemah lembut, sabar banget ngadepin Orion, orang yang paling mengerti Rion Orion; cowok berumur 20th tetapi masih duduk dibangku SMA, playboy, pemaksa...