Rion sampai di depan rumah mewah ini pagi harinya. Di sampingnya, ada Karel yang langsung nyelonong masuk membuka pintu rumahnya sendiri. Keduanya baru datang sepagi ini, dengan tubuh babak belur berwarna-warni (read: merah darah dan biru-ungu lebam). Semalam, sehabis ‘ngebom’ rumah Aldi di sana, Rion, Keenan, dan Karel tertidur di mobil. Di pinggir jalan. Beda dengan Keenan yang berkeinginan untuk pulang, Rion lebih memilih mengikuti Karel ke rumahnya.
Untungnya, sekolah mereka diliburkan hari ini, karena insiden kebakaran kemarin.
Cowok spikey itu kemudian ikut masuk ke dalam. Peduli amat dengan pakaiannya yang sudah berdarah-darah. Terlebih wajahnya yang biru-biru begitu. Kepalanya juga, dahinya mengeluarkan darah. Dia tidak bicara apa-apa lagi dengan Karel yang luka-nya mendingan. Rion langsung naik ke atas. Menuju pintu kamar Kana dan membukanya. Entah kenapa tubuhnya makin lemas saat melihat kekasihnya itu masih terlelap tidur. Dia memang kepagian datang kemari.
Tapi batinnya lumayan tenang, ternyata Bastian, sosok yang dibencinya selama ini bisa juga menjaga Kana semalaman. Ya, Rion tau karena Bastian yang akhirnya laporan juga. Habis, sebelum berangkat ke rumah Aldi, cowok spikey itu panik ingin melihat Kana dulu.
Langkah berat Rion kemudian menuju ke arah Kana. Cowok itu duduk di pinggiran ranjang dengan kedua matanya yang berat. Tetes-tetes darah dari tubuhnya yang belum kering itu mulai mengotori sprai dan bed cover Kana. Rion tak peduli. Dia tetap melihati wajah natural gadisnya kala tertidur seperti ini. Cahaya sinar matahari pukul setengah enam pagi memasuki celah-celah gorden kamar itu. Wajah polos Kana remang-remang tersinari dengan cahaya tersebut. Cantik sekali.
Rion lalu menahan napas. Sadar, tak seharusnya dia bertemu Kana dengan keadaan seperti ini. Tapi, tubuhnya sudah terlalu lemah untuk beranjak sekarang. Sampai dia perhatikan Kana perlahan-lahan membuka mata.
“Orion!” pekik gadis itu serak. Kaget setengah mati. “Kamu abis ngapain?!”
Tapi Rion tak menyahut apa-apa. Dia malah meraih tangan Kana di dekatnya, lalu mengecupnya hangat. Cowok itu tersenyum getir. “Selamat pagi, Sunshine.”
Bola mata Kana membendung air mata. Suara parau Rion yang melirih itu membuatnya tak tahan. Gadis itu mencoba duduk di atas ranjang, lalu setelah berhasil, dia menarik Rion dalam pelukannya. Mendekapnya erat.
Tubuh Rion masih bergetar hebat, Kana tau itu. Gadis ini memang berusaha menenangkannya. Mengusap punggung Rion lembut, dan tak peduli rambut dan bajunya ikut terkena darah. Setelah itu, Kana merenggangkan dekapannya. Tapi tangkupan jari-jari tangannya berada pada rahang-rahang Rion.
Gadis itu mengusap tetesan darah di dekat bibir Rion dengan satu ibu jarinya. Tanpa rasa jijik sedikitpun. Kedua tatapan matanya yang teduh balas menatap tatapan Rion yang sayu, nanar.
“Pacar aku berantem lagi, ini.” kata Kana bergumam, yang membuat Rion terkekeh pelan. “Sebentar ya, aku ambil air sama kotak obat dulu. Luka kamu ini harus diobati.”
“Nggak, Sayang. Kamu masih sakit gitu. Aku cuma mau tidur di sini aja, udah.”
Gadis itu menghela napas. “Gak usah ngeyel. Kaki aku udah baik-baik aja. Bentar,” katanya. Lalu dia beranjak berdiri pelan-pelan. Kana kemudian melangkahkan kaki semampunya, bahkan menolak untuk dibantu Rion.
Dia keluar kamar. Susah-susah dia turun tangga. Di ruang keluarga, Kana mendapati Karel yang sama-sama babak belur. Bedanya, Karel sudah diobati oleh seorang gadis yang bagi Kana asing. Tapi Kana tetap tersenyum ramah saat gadis itu menatapnya. Kana melangkahkan kaki pelan ke dapur. Meraih baskom kecil dan mengisinya dengan air di wastafel. Dia meraih handuk kecil, dan juga kotak obat. Kali ini dia kembali ke kamarnya dibantu salah satu pengurus rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bad Boy
Teen FictionKana; Cewek berumur 17th yang berstatus sebagai pacarnya Orion sejak 2tahun yang lalu, penyayang, lemah lembut, sabar banget ngadepin Orion, orang yang paling mengerti Rion Orion; cowok berumur 20th tetapi masih duduk dibangku SMA, playboy, pemaksa...