Fey baru saja selesai mengusapkan minyak kayu putih ke lehernya, berniat menghangatkan. Gadis itu masih saja merasa mual-mual efek kandungannya. Wajahnya pun sering terlihat pucat, dan mudah lelah. Fey mendongak, menatap langit-langit kamarnya yang ditempeli stiker glow in the dark. Lalu dia menoleh, saat pintu kamarnya terbuka pelan-pelan.
“Feli?” suara parau Tante Revina mengiringi langkahnya masuk ke dalam kamar Fey. Wanita cantik itu, dengan mata yang sembab, duduk di samping anaknya. “Gimana keadaan kamu?”
“Kayak biasa, Ma.” sahut Fey pelan. Mengerti bagaimana kondisi ibunya. “Mama tenang aja, aku gak pa-pa kok. Aku kan kuat.”
Tante Revina tersenyum. Tangannya terulur membelai rambut anaknya yang tergerai. “Susunya udah diminum, Sayang?”
“Belom, Ma. enek.” jawab Fey masih dengan nada pelan yang sama. “Rasanya gak enak banget.”
“Tapi, ini demi kamu loh, Nak. demi kandungan kamu. kan rasanya udah rasa stroberi kesukaan kamu.”
Fey menggeleng. “Aku malah ngerasa pengen muntah terus, Ma. Udah ah gak mau minum lagi, yaaa?”
“Sayang, jangan gitu dong.” kata Tante Revina lembut, masih terus mengusap rambut Fey. Kedua mata lelahnya memancarkan sinar keibuan yang hangat, yang sanggup membuat Fey tersentuh.
Ibunya ini memang langsung pulang, sengaja mengambil penerbangan paling pagi dari Tokyo, hanya untuk merawat anak perempuannya ini. “Kamu mau kan, kamu sama anak kamu baik-baik aja? Rajin-rajin diminum, ya? Nanti mama temenin deh.”
Fey akhirnya mengangguk, lalu mendekap tubuh wanita itu dari samping. Dekapan yang paling bisa membuatnya nyaman. Paling bisa membuatnya seolah terlindungi.
Namun samar-samar Fey dapat melihat kedua mata ibunya ini memancar sendu. Bibirnya bergetar getir, seperti menahan kesedihan. Fey menghela napas. “Ma? Fey ngecewain mama, ya mah? Fey gagal jadi putrinya mama ya mah?”
“Feli, nggak.” Tante Revina menggeleng. “Jangan bicara seperti itu, Sayang.”
“Maafin Fey, Mah” sesal Fey bergetar. “Maafin Fey udah hancurin keluarga, udah bikin malu keluarga. Maafin Fey udah bikin sedih mama, bikin kecewa papa.”
Tante Revina menggeleng lembut. Wanita itu menatap anaknya sambil tersenyum. “Ini semua kecelakaan. Kita gak pernah tau tentang garis takdir yang hadir buat kita. Kamu gak salah, Sayang. udah, jangan minta maaf kayak gini.”
“Tapi, Ma—” ucapan Fey menggantung, begitu Tante Revina berdesis menyuruhnya diam, sambil meletakkan jari telunjuknya tepat di depan bibir gadis itu.
“Mah” lirih Fey, hampir meneteskan air mata.
“Gak pa-pa, Feli. gak pa-pa..” balas Tante Revina. “Mama justru khawatir sama keadaan kamu. Mama takut kamu kenapa-kenapa.”
“Ma, Fey udah bikin malu keluarga,” kilah Fey, tersendat-sendat. “Kenapa mama sama papa gak usir Fey aja? Buang Fey aja, Mah. buang. aku bakalan nyusahin papa-mama aja, Mah.”
“Dengerin mamah, Feli.” sahut Tante Revina meyakinkan, kali ini jemari lentiknya menangkup dagu Fey lembut. “Kamu tetep anak mama sama papa, apapun yang terjadi. Mau segimana buruk kelakuan kamu, itu gak akan pernah bisa ngerubah siapa status kamu di sini. Mama gak peduli apa kata orang, Nak. Yang penting kamu baik-baik aja. mama justru minta maaf, karna kesibukkan mama yang gak becus jadi orang tua, dan akibatnya malah--”
Fey menggeleng kuat-kuat, sama sekali tak mau membenarkan apa kata ibunya. Dia semakin erat memeluk Tante Revina. “Maafin Fey, Mah. maafin Fey.”
***
“Rion, sakit…”
Cowok ini belum menyahut apa-apa. Pandangannya menatap gadisnya getir, sambil berkali-kali menghela napas. Tapi dia diam-diam juga mencoba menetralisir emosinya yang meledak-ledak, tak terima Kana bisa sampai seperti ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Bad Boy
Fiksi RemajaKana; Cewek berumur 17th yang berstatus sebagai pacarnya Orion sejak 2tahun yang lalu, penyayang, lemah lembut, sabar banget ngadepin Orion, orang yang paling mengerti Rion Orion; cowok berumur 20th tetapi masih duduk dibangku SMA, playboy, pemaksa...