The Bad Boy [11]

6.4K 283 39
                                    

“Yang, kita udah nyam—”

Wajah polos Kana yang tertidur itu memotong ucapan Riom saat cowok itu menoleh menatapnya. Rion menghela napas sejenak, lalu tersenyum. Berpikir wajar jika Kana ketiduran seperti ini karena hampir seharian mereka main sampai lupa waktu.

Cowok ini tidak tega membangunkan. Yang dia lakukan sekarang hanyalah turun dari mobil, lalu membuka pintu samping kemudi dan sedikit membungkukkan punggungnya. Menyamai tingginya dengan gadis itu yang sama sekali tidak terusik.

“Lucu banget coba kalo tidur,” kata Rion, terkekeh sebentar. Dia beralih memposisikan kedua tangannya di bahu dan bawah lutut gadis itu, lalu membopongnya keluar mobil.

Cowok itu berjalan pelan ke arah pintu utama rumah Kana, setelah menutup pintu mobilnya dengan punggungnya sendiri. Dengan kedua tangan yang sibuk membawa Kana dalam gendongannya itu, pintu tersebut akhirnya dibuka oleh Karel, setelah Rion mengetuk pintu dengan kaki-kakinya—ya kan karena tangannya sibuk, dan oke.. mungkin lebih tepatnya menendangi pintu.

“Lo apain adek gue?”

Rion mengernyit, tak mengerti kenapa Karel selalu berpikiran yang tidak-tidak dengannya. “Gue ajak jalan doang, lama sih.. terus dia ketiduran pas otw ke sini.”

“Lo gak apa-apain dia, kan?” tanya Karel lagi, masih dengan nadanya yang sengit.

“Kalo gue apa-apain dia, gue udah bawa dia ke hotel dan gak pulang ke sini sampe kapanpun gue mau.”

Karel kemudian mengangguk, seolah dengan kata-kata itu cowok ini baru percaya. “Biar gue aja. Udah sana lo balik. Napsu deh lo lama-lama liatin adek gue.”

Si spikey itu nyengir, walau perkataan Karel hanya setengah benar. Eh, setengah? “Gue punya tanggung jawab buat bawa pacar gue yang cantik ini sampe ke kamar biar bisa mastiin keadaannya bakal baik-baik aja.”

“Apa banget sih lo? Lo pikir gue gak tau apa isi otak lo yang isinya triple X semua?” sewot Karel kemudian, yang langsung merentangkan kedua tangannya dan beralih menggendong Kana dengan sangat hati-hati. Takut membuat adiknya terbangun.

Rion berdecak. “Ya elah, dikiiiit aja..”

“Brisik lo! Sono!”

Rion mengalah. Dia sadar, semelas apapun wajah yang akan dipasangnya nanti, Karel tidak akan semudah itu memberikannya angin. Kemudian, sepeninggal Rion, Karel membawa Kana masuk ke dalam, naik ke atas, dan masuk ke kamar adiknya itu. Memapahkan pelan-palan tubuh ramping Kana ke atas ranjang.

Setelah itu, dengan pelan Karel melepas sepatu Kana, lalu menarik bed cover untuk menyelimuti gadis itu sampai bahu. Karel menunduk, kemudian duduk di pinggir ranjang. Pandangannya mendadak sendu saat menatap wajah adiknya. Dengan lembut tangannya naik, mengusap dahi Kana hangat.

“Aku gak akan biarin kamu tinggal ke Amsterdam lagi,” desisnya, berbisik lirih. Ingatannya berputar pada beberapa waktu lalu ayahnya sempat menelepon, setelah berbulan-bulan hilang tanpa kabar. Ayahnya bilang, saat ini beliau tau sekali posisi Kana tidak aman dan sering celaka, hanya karena musuh-musuh Karel yang banyak. Ayahnya juga bilang, lebih baik Kana tinggal di Amsterdam bersama ibunya agar tenang, daripada harus celaka lagi.

Karel menggeleng kuat mengingat itu semua. “Aku janji kamu bakal baik-baik aja..” tekannya, masih mendesis. “Dan gak akan aku biarin bajingan-bajingan itu berani selangkah aja deketin kamu..”

***

Keenan mendongak, menatap ke arah lobi sekolah, lalu balik menunduk lagi. Sejak dua puluh menit yang lalu dia terus begitu. Tanpa peduli banyak murid-murid lain yang menatapnya bingung, karena mengira Keenan lagi sakit apaan coba karena pagi ini tumben-tumbenan dia terus berdiri di koridor dekat lobi.

The Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang