The Bracelet

1.7K 188 20
                                    

Na Yeon

Aku menempelkan telingaku di pintu ruang tengah. Dengan gugup, aku mendengarkan bagaimana Eomma dan Appa memarahi In Ha. Kenapa mereka malah membahas masalah lukisan? Aku hanya mengatakan pada mereka bahwa In Ha harus remidi. Hmmm, dia pasti akan menangis lagi!

"Aahhh!" teriakku saat merasakan rambutku ditarik dari belakang. "Appoo!" kataku pada Namjoon Oppa yang berdiri di belakang tubuhku. Aku membalik badan, menatap Namjoon Oppa dengan tampang cemberut. "Oppa...mianhae..."

"Kenapa kau tidak berubah Kim Na Yeon?" tanya Namjoon Oppa. Aku memanyunkan bibirku. "Hah...sudahlah, terserah kau saja!"

"Oppa!" teriakku lagi saat ia meninggalkanku sendirian di depan pintu. Aku menghentakkan kaki ke lantai. Kenapa Namjoon Oppa selalu membela In Ha? Menyebalkan. Aku juga adiknya! Huuft untung aku masih punya kesabaran hari ini.

Ehm, kenapa In Ha lama sekali? Dia pasti kesakitan karena harus berlutut di depan Eomma dan Appa. Aku juga pernah dihukum seperti itu. Sudah lama sekali saat aku kabur dari rumah bersama pacar pertamaku. Hihi...

Aku berlari menjauh dari depan pintu saat kudengar suara langkah kaki. Dengan cepat, aku melompati sofa, aku pura-pura duduk saat ini Ha keluar dari ruang tengah. Aku sedikit menoleh, berusaha melihat keadaannya. Oh, menyedihkan. Ia memegangi kedua lututnya, pasti pegal. Kenapa aku sedikit menyesal dengan sikapku hari ini. Hmmm...

Aku masih mengamati punggung In Ha saat ia menaiki tangga dengan langkah perlahan. Aku menggeleng, bukan salahku! Bukan salahku! Aahh jinjja! Aku tidak tahan lagi! Aku sudah bersikap jahat padanya hari ini.

"Apa yang kau lakukan disini?" tanya In Ha dengan suara serak. Ia memegangi daun pintu, hendak menutup kembali kamarnya. Tetapi ah, jujur aku lebih kuat darinya. Aku berhasil menahan pintu itu dengan kakiku, sedikit sakit sih.

"Kau sudah makan?" tanyaku. Aku menunjuk ke lantai bawah dengan jariku. "Eomma memasak makanan kesukaanmu hari ini. Kau pasti belum makan,"

"Apa sih yang kau lakukan?" tanya In Ha keras. Kulihat wajahnya yang basah itu semakin memerah. Ah, jinjja...ia sungguh marah sekarang. Aku hanya ingin berbaikan dengannya, tetapi ia selalu seperti ini. Jadi, bagaimana aku bisa bersikap selayaknya seorang adik? Hah.. melihatnya marah-marah terus seperti ini saja membuatku muak.

"Aku mengkhawatirkanmu," kataku. "Kakimu baik-baik saja?"

"Kau ini peduli apa?" tanya In Ha. "Minggir!"

"Aku hanya ingin berbaikan denganmu, tapi..."

"Aku tidak butuh kebaikanmu," kata In Ha lagi. "Sekarang minggir!"

"Aah! Sudahlah!" ujarku kesal. Aku meninggalkan kamar In Ha dengan penuh kekesalan. Kenapa dia selalu seperti ini? Seperti aku tak memiliki seorang kakak perempuan saja! Hah! Menyebalkan!

***

In Ha

Aku memejamkan mataku. Sial, gara-gara menangis semalam, kedua mataku jadi super bengkak. Aku hampir tak bisa membukanya ketika bangun tidur. Aku tak mungkin bolos sekolah, aku bisa dimarahi lagi oleh Eomma dan Appa. Jadi, beginilah aku hari ini. Mata bengkak dan wajahku pasti juga terlihat menyedihkan. Aku menghindari kontak mata dengan Eomma dan Appa ketika sarapan. Mereka tentu merasa bersalah karena telah memarahiku, aku bisa tahu dari cara mereka menyapaku pagi tadi. Aku mencoba bersikap biasa saja, toh, ini sudah sering terjadi.

Namjoon Oppa mengantarku pagi ini. Ia membelai rambutku dengan lembut, tapi makhluk menyebalkan itu (ehmmm haruskah aku menyebut namanya? Kim Na Yeon) juga ikut dengan kami. Ia duduk di jok belakang sambil membaca buku fisikanya. Ia akan mewakili sekolah kami dalam olimpiade nasional. Ia pasti mengejar beasiswa masuk universitas terbaik. Dan aku? Hah...aku merinding hanya dengan memikirkannya.

Oppa!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang