Promise?

1.5K 164 28
                                    

In Ha

Jimin berjalan pelan di depanku. Dia membelok dengan cepat dan tiba-tiba menunjuk sebuah restoran di seberang jalan. Aku menatap restoran yang menyajikan steak itu.

"Traktir aku!" kata Jimin. Ia tersenyum dan mendekatiku.

"Aku tak punya uang sebanyak itu," kataku. "Uang sakuku tak cukup,"

"Tapi kau sudah janji mau mentraktirku makan," kata Jimin lagi. Ia menengok ke kanan kiri. Aku berdecak kesal, ia benar-benar ingin makan steak? "Kajja..."

"Aahh kita makan yang lain saja!" kataku sambil memberontak saat Jimin menarik tanganku. Aku ini tak terlalu kuat jadi aku tak punya pilihan lain, aku mengikuti langkah Jimin memasuki restoran tersebut. Sial! "Jimin aahh..."

"Selamat datang!" kata resepsionis itu. Aku menarik tangan Jimin agar ia mau keluar, tetapi sumpah ia bersikeras menahanku disana. "Sudah pesan...meja?"

"Belum," kata Jimin.

Bodoh, batinku. Ini bukan restoran yang murah. Aku tak akan sanggup membayar.

"Ah, silakan sebelah sini,"

Jimin menarik lenganku, sementara aku masih berusaha melepaskan diri darinya. Hah, kenapa ia membawaku kemari sih?

"Kau mau makan apa?" tanya Jimin begitu kami duduk di sebuah meja di lantai dua. Aku tidak mempedulikan Jimin dan menatap ke liar jendela. Disini pemandangannya terlihat sangat bagus. "Oyyy! Kim In Ha!"

"Oh?" kataku kaget. Aku menatap Jimin yang sedang membaca buku menu. "Kau makan saja sendiri,"

"Heol...aku yang traktir!" kata Jimin. Ia menyodorkan buku menu padaku.

"Kenapa kau mentraktirku?" tanyaku kaget.

"Pilih saja makanannya," kata Jimin.

Aku membolak-balik buku menu tetapi tak satupun makanan yang menarik seleraku. Akhirnya aku memilih menu yang sama dengan Jimin.

"Kau harus makan," kata Jimin padaku. "Aku belum melihatmu makan di kantin,"

"Gwenchana," kataku.

"Apakah patah hati membuatmu seperti ini?" tanya Jimin. Aku terdiam. "Mungkin cintamu membuat kau merasa sakit. Tapi, kau juga harus makan. Cepat makan, itu menu paling mahal disini,"

"Eh?" tanyaku kaget. "Kau benar-benar akan membayar ini?"

"Tentu saja," kata Jimin. Ia mengeluarkan sesuatu dari dompetnya. "Dengan ini. Kartu kredit Eomma ku,"

"Hah...Eomma mu bahkan memberikan kartunya padamu," gumamku. Aku memegang garpu dan pisau dengan ragu, tetapi Jimin terus memberikan tatapan tajam padaku. "Baiklah, aku akan makan,"

"Hmmm bagus, kau sudah bertambah kurus sejak minggu lalu," kata Jimin. Aku menghentikan makanku, apakah Jimin memperhatikan aku?

"Tapi Jimin ah..." kataku ragu. "Kau...kenapa tiba-tiba kau jadi baik pada Na Yeon?"

Jimin juga berhenti makan, ia menyibak rambutnya ke belakang. Ia bertopang dagu dan memanyunkan bibirnya. Hah, menyebalkan. Kenapa ia terus menatapku seperti itu?

"Aku hanya bertanya," kataku lagi. Kudengar Jimin tertawa pelan. Ia melanjutkan makannya dengan hati-hati.

"Aku tak tega melihat orang sakit. Aku melakukan itu agar dia terhibur," kata Jimin. "Dia juga akan segera ikut olimpiade, dia harus segera sembuh bukan?"

"Ahhh begitu," kataku. "Tapi Na Yeon, dia bisa salah paham padamu. Kau tahu dia sangat menyukaimu,"

"Arra," kata Jimin. Aku membelalakkan mata mendengar ucapan Jimin. "Dia terlalu manja, aku tak suka,"

Oppa!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang