Love Is Not Over

1.5K 157 33
                                    

In Ha

Aku meraut pensilku dengan hati-hati. Ku lihat ujungnya, hah, bagus. Aku tersenyum tipis, kuletakkan pensil itu ke dalam kotaknya lalu kuambil pensil yang lain. Hari ini, aku tidak berangkat sekolah. Aku hanya bermalas-malasan di kamar karena faktanya aku sudah sembuh dari demam. Aku menggambar beberapa sketsa baru. Aku ingin mencoba mengikuti kompetisi yang lain.

Ddrrrttt ddrrttt...

Dua bola mataku bergerak, melirik ponsel di ujung meja yang mendadak bergetar. Aku meletakkan pensil dan rautan. Dengan gerakan kakiku, aku menggeser posisi bangku. Seketika, ponsel berukuran lima setengah inchi itu berada dalam genggamanku. Ah, Jimin? Tumben ia menelponku.

"Eehhrrmmm...eehhhrrmmm!" aku berdehem beberapa kali untuk mengetes suaraku. Aku tak ingin terdengar sedang tak enak badan olehnya. "Aah...aaa..."

Kugeser tombol hijau dengan gugup, kini aku tersambung dengan Jimin di seberang.

"Halo," sapaku.

"In Ha ya," Jimin memanggil namaku dengan lembut, seperti biasa.

"Oh?"

"Kau tidak sekolah hari ini?" tanya Jimin. Aku mengerjapkan mataku beberapa kali, Jimin sedang khawatir padaku? Menyenangkan, di luar sana ada yang mengkhawatirkanku.

"Ne. Aku demam sejak semalam,"

"Lalu, bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Jimin. Kali ini suaranya terdengar lebih keras. Ia juga bicara dengan cepat. "Kau sudah lebih baik? Haruskah aku menjengukmu?"

"Ahh...tidak, aku sudah sembuh," kataku cepat. Aku menggelengkan kepala. "Aku akan berangkat sekolah besok pagi,"

"Oh, begitu?" tanya Jimin lagi. "Syukurlah,"

"Kau sendiri bagaimana?" tanyaku. "Aku dengar kemarin kerabatmu sakit dan kau harus pulang lebih awal. Bagaimana keadaannya?"

"Ah...aku sekarang masih di luar kota," kata Jimin.

"Eh?"

"Sepertinya, rencana kita akhir pekan ini harus ditunda. Aku akan berada disini selama beberapa hari," kata Jimin. Aku mengetukkan jariku di atas meja dengan gelisah. Lagi. Aku tak bisa melihat pantai. "Kau juga baru sembuh. Lebih baik kau banyak beristirahat dulu, In Ha ya,"

"Oh, arraseo," kataku lirih.

"Kau marah?"

"Anniyo," kataku. Aku mengepalkan tangan, kurasakan dadaku bergemuruh, panas. "Aku sedikit kecewa," kataku jujur.

"Mianhae, saudaraku sedang sakit keras," kata Jimin lagi.

"Oh, kita bisa ke pantai lain kali kalau begitu,"

"Senangnya," kata Jimin. Aku mendengar ia tertawa ringan di seberang.

"Mwoya?"

"Berarti kau setuju pergi ke pantai bersamaku," kata Jimin. Ia tertawa lagi. "Hah...senangnya,"

"Haiiss," desisku. Aku tersenyum sendiri. "Tapi kapan kau akan masuk sekolah lagi?"

"Hari Senin depan, kurasa aku sudah kembali,"

"Ah, baguslah," kataku. "Aku akan membawakan jaketmu hari Senin nanti. Awas jika kau tak muncul di kelasku!"

"Kau bisa menyimpan jaket itu. Aku punya banyak jaket,"

"Iiishhh sombongnya," gurauku. Jimin kembali tertawa. "Kau harus datang! Aku akan mengembalikan jaket kebesaran itu. Aku tak mau menyimpannya,"

"Heol, kau mungkin akan membutuhkan jaketku lain kali," kata Jimin. "Simpan saja,"

Oppa!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang