BAB II - WAFATNYA JHONY

181 37 14
                                    

#Bagian 1_Yakov Elazar

《Ah! Jadi dia terkena pedang mandulku, ya? Hmm... eh? Bukannya itu gawat? 》

Itu memang gawat, makanya aku repot-repot memanggilmu, Iblis Sialan!

Sepertinya, saat pertandingan sore tadi, Kiki secara tak sengaja tergores oleh pedang kemandulan milik Satan. Aku memang sudah khawatir hal ini akan terjadi, tapi aku tak menyangka kalau kakak dari ketua klub-ku ini akan jadi korban juga. Ck ck ck, sepertinya aku memang mesti menyegel pedang terkutuk itu.

"Jadi bagaimana? Apakah ada obatnya?" tanya Kiki, masih tak berbusana.

Sungguh pemandangan yang mengerikan! Aku sudah menyuruhnya untuk menutup tubuh dengan handuk atau bajuku, tapi dia bersikeras untuk tidak berpakaian sebelum 'Jhony'-nya bisa berdiri kembali!

Asal kau tahu saja! Jika 'Jhony'-mu berdiri kembali, maka itu akan 100 kali tambah mengerikan!

《Hmm... pedang dan racunnya bukan terbuat dari campuran bahan kimia, tapi murni sihir. Jadi itu semacam kutukan. Hanya ciuman dari cinta sejati sang pangeran lah yang bisa membangunkannya. 》

Kau kira ini kisah putri tidur?!

〘Eh? Bukannya semakin sering kita berbohong, maka semakin panjang juga 'Jhony' kita? 〙

Aku tak pernah menyangka kalau dongeng Pinokio akan jadi secabul itu jika keluar dari mulutmu.

[Kau harus mengumpulkan 7 biji untuk membangkitkan sang naga kecil.]

Kenapa kau menghubungkan hal ini dengan Dragon Ball? Sesuka itukah kau pada anime? Lagi pula, yang kau maksud biji itu apa?! Sang naga kecil itu siapa?! Kau tidak sedang menggunakan perumpamaan yang merujuk pada hal jorok, kan?!

Ya ampun.

Melihat kembali pada Kiki yang memasang wajah gelisah, aku jadi tidak tega kalau harus langsung memberitahunya kalau kami tak memiliki obatnya. Menghela napas dalam, aku pun memilih untuk berbohong... yah, setidaknya, buat sementara.

"Kiki, dengar baik-baik."

"A-apa? Bagaimana jawabannya?"

" 《Maaf, tapi Jhony sudah wafat.》"

#Bagian 2_Hafya Elazar

Hari itu, aku berangkat lebih pagi dari biasanya. Ujian yang semakin dekat membuatku sibuk berkutat dengan buku, alhasil aku jadi tak bisa bermain dengan Kakak. Oleh karena itu, setidaknya aku ingin sarapan dan berangkat bersama Kakak hari ini.

Setelah kejadian yang sedikit membuatku trauma dulu, aku jadi agak waspada terhadap orang-orang di sekitarku. Entah ini cuma perasaanku saja atau bukan, tapi aku punya firasat kalau saat ini ada yang mengawasiku. Yah, apapun itu, aku rasa mereka juga tak akan bertindak jika aku ada di dalam keramaian atau di dekat Kakak.

"Kakak! Apa Kakak sudah bang... huaaah!"

Ketika aku membuka pintu kossan, kulihat ruangan yang begitu berantakan dengan seorang pemuda telanjang tergeletak di lantai. Karena terlalu kaget, aku segera membanting pintu itu kembali hingga tertutup.

E-eh? Tu-tunggu, ini tidak lucu. Aku cuma salah lihat, kan?

"Ah... sepertinya aku memang salah lihat."

Setelah menenangkan diri dengan menarik napas dalam-dalam, kembali kuraih kenop pintu itu dengan yakin. Kali ini, aku membukanya dengan perlahan-lahan, meyakinkan diri kalau yang tadi aku lihat hanyalah ilusi.

Fatamorgana.

"..."

Kututup kembali pintu itu. Huh, sepertinya aku masih kurang yakin. Aku masih punya bayangan bekas tadi. Hah! Tarik napas! Buang! Tarik! Buang! Hmm... baiklah! Aku yakin sekarang akan berbeda.

Seven Deadly Fools (Jilid 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang