BAB XVII - ORANG YANG MENYEMBAH ADIK

104 26 5
                                    

#Bagian 1_Yakov Elazar

Beberapa menit setelah kekacauan yang terjadi di ruang tamu, semua orang berpencar ke tempat yang terpisah-pisah. Alma dan Latifah pergi membatu ibuku untuk mempersiapkan makan malam. Emilia duduk di ruang tamu sambil menunggu ayahku pulang kerja. Ayah dan ibu Alma pergi ke dokter untuk memeriksakan kandungan. Hera dan Kak Alya pergi mengecek Hafya di kamarnya.

Sementara itu, aku sendiri duduk di belakang rumah bersama Kiki.

"Kau punya keluarga yang super serius, ya."

"Yah. Aku kira memang begitu. Aku jadi iri padamu yang punya ayah dan ibu orang gila."

"Kau menyindir?"

"Tidak. Aku benar-benar iri. Sungguh." Menghela napas, aku melemaskan punggungku yang bersandar di tembok dan menatap kosong halaman belakang yang penuh tanaman hias. "Percayalah. Ayahmu memang gila, tapi dia lebih mudah ditangani daripada ayahku."

"Aku sama sekali tak bahagia mendengarnya."

Huah. Apa-apaan aku ini? Kenapa malah membahas soal keluarga? Sial. Sepertinya aku harus mengubah topik pembicaraan. "Kau ke mana saja akhir-akhir ini? Aku dengar kau kabur dari rumah."

"Begitulah. Ada banyak masalah." Kiki mengeluarkan sebatang rokok dari sakunya dan menyulutnya. Sungguh kebiasaan yang tak pernah aku duga. "Alma menyembunyikan ini darimu, tapi sepertinya kau harus tahu. Emm... ngomong-ngomong, Yakov. Bisa aku bicara sebentar dengan para iblis? Aku ingin bertanya sesuatu."

"Ah... maaf, tapi saat ini aku bahkan tak bisa berbicara dengan mereka."

"Eh?"

"Hei... boleh aku minta rokoknya?"

"A-ah... tentu. Aku tak keberat... tunggu! Ini bukan saatnya untuk itu!" Kiki mendekatkan wajahnya padaku dan menatapku dengan pandangan mengerikan. "Kau bilang... kau tak bisa... berbicara dengan mereka?"

"E-emm... iya."

"Apa mereka sudah kembali ke neraka?"

"Belum. Alma hanya menyegelnya."

"Keparat! Jangan bilang kalau kau menjilat darah Alma!" dengan panik, Kiki segera menarik kerahku.

"Ti-tidak! Aku sama sekali tidak menjilat darahnya!"

"Kalau begitu, berarti kau menjilat air kencingnya!"

"Apalagi itu!"

"..." untuk sejenak, Kiki terdiam. "Kau menciumnya."

"A-ah..."

"Kau menciumnya?!"

Untuk pertanyaan yang satu itu, aku tak bisa menjawabnya.

"Be-berengsek! Apa yang kau lakukan pada adik manisku!"

"Bukan aku! Bukan aku yang mulai! Dia yang menciumku duluan!"

"Sama saja, Bodoh!"

Merasa kesal pada Kiki yang terus-terusan menarik kerahku kuat-kuat, aku segera mencolok mata anak itu. "Apa-apaan sih kau ini?! Bukan berarti aku memaksanya juga, kan! Ini kasus suka sama suka!"

"A-ah! Aaaaah! Berikan! Berikan kembali ciuman bibir Alma padaku!"

Di sana, aku berusaha mati-matian untuk menghentikan Kiki yang mencoba menciumku. Semenjak kekuatan iblisku hilang, menghentikan monster ini adalah pekerjaan yang amat sulit.

Tapi untungnya aku berhasil.

"Hu-huh... kita lanjutkan ini nanti."

"Aku mohon jangan."

Seven Deadly Fools (Jilid 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang