BAB XI - TUJUAN MANUSIA HIDUP?

132 26 7
                                    

#Bagian 1_Yakov Elazar

Seperti biasa, Emilia adalah gadis yang penuh wibawa dan ketegasan.

Sebelum aku menceritakan bagaimana dia berteriak dengan lantang di atas panggung dan membuat semua orang tercengang, untuk sejenak, izinkan aku kembali mengingat pertemuan pertamaku dengannya.

[Tidak. Tidak akan aku izinkan.]

...?

[Kebiasaan burukmu adalah terlalu banyak melakukan flash back. Jujur, itu sangat amat mengesalkan. Rasanya seperti menonton Naruto dalam Arc Kaguya.]

Oi... bisakah kau diam sebentar? Kau benar-benar merusak narasiku. Lagi pula siapa juga yang bertanya padamu?! Jangan bawa-bawa judul anime tentang bocah berkumis kucing itu ke sini!

[Apa kau bilang?!]

Apanya?!

〘Nah, nah... jangan bertengkar di sini. Nanti ceritanya makin panjang, lagi. 〙

〔Sepertinya akan lebih bagus jika aku buat bagian baru di sini. 〕

〔#Bagian 2_Yakov Elazar 〕

O-oi... tidakkah kau pikir itu sedikit keterlaluan?

〔***〕

Sudah main ganti bab baru?!

A-ah... emm... lupakan. Kita kembali saja ke cerita utamanya.

Saat itu adalah hari pertamaku menjadi murid SMA. Biasanya orang akan berbahagia dalam menyambut masa-masa baru ini, tapi yang aku lakukan hanyalah duduk di pojokan, membaca beberapa buku tak berguna, dan bersembunyi bila istirahat datang. Sebagai seorang siswa yang sudah gagal mendapatkan nilai sempurna di Ujian Nasional dan tak diterima di SMA favorit yang aku targetkan, sudah sewajarnya aku sangat terpuruk.

Kelelahan menyergapku.

Keputusasaan menguasaiku.

Pernah sekali, aku menemukan seorang seorang pemuda yang sedang ditindas oleh seniornya. Aku belum menjadi pemimpin di sini ketika itu, jadi moral para siswa benar-benar bobrok sampai bisa disebut tak punya perikemanusiaan. Mencabut gigi orang lain atau melecehkannya secara seksual—foto telanjang misalnya—sudah bukan hal aneh lagi.

Nah, pada dasarnya, aku ini bukanlah orang baik.

Aku juga bukan jenis orang yang peduli terhadap sesama—kecuali Hafya. Jadi, aku tinggalkan saja pemuda itu bahkan tanpa sempat berbelaskasihan sedikit pun. Begitulah aku yang dulu.

Akan tetapi, baru aku membalikkan badan untuk pergi, terdengar suara wanita berteriak. Merasa penasaran, aku menolehkan kepala dan menemukan seorang gadis berkacamata. Emilia. Dia adalah ketua kelasku, jadi aku sudah mengenalnya bahkan sebelum insiden kerasukan iblis.

Gadis itu, meskipun jelas-jelas sangat lemah dan tak berdaya di hadapan para preman, tetap berbicara lantang soal rasa perikemanusiaan dan keadilan. Dia memang pandai berbicara dan memimpin, tapi Emilia tetaplah seorang gadis yang pada hakikatnya memiliki fisik lemah.

Merasa mesti bertindak, aku pun mengambil batu sebesar kepalan tangan dan melemparnya ke sebuah mobil di dekat sana. Segera saja alarm berkoar dan membuat semua orang berdatangan. Emilia yang hampir dihajar, terselamatkan karena itu.

Ya ampun.

Sampai saat ini, dia masih belum juga mengubah sifatnya itu.

#Bagian 2_Yakov Elazar

Emilia berjalan di atas panggung dengan gaya yang penuh karisma. Auranya begitu sulit ditolak bahkan untuk diriku sendiri. Semua orang terdiam. Mata mereka terpaku. Meskipun tanpa kata-kata, gadis itu mampu mengambil semua perhatian di sekelilingnya dengan mudah.

Seven Deadly Fools (Jilid 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang