4. Step 3

439 57 72
                                    

4. Step 3; Jealous?

◎◎◎

"Deva!" panggil Dimas saat melihat laki-laki yang sudah dibalut dengan baju basket bernomor 1 itu melintas.

Sontak Nana menoleh ke arah kanan berusaha menghindari Deva yang kini berjalan menuju mejanya.

"Wey, disini juga lo." Deva dan Dimas melakukan tos ala-ala cogan yang mungkin bisa membuat perempuan macam Nana megap-megap kehilangan oksigen.

Tapi kan tidak mungkin juga kalau sekarang Nana berteriak histeris sambil berkata bawa dedeq ke kua, bang. Soalnya ia sendirian, tanpa teman fangirling-nya itu.

Nana mati kutu.

"Mau makan juga?" Dimas menarik temannya itu untuk duduk di sisinya.

Tidak tau saja dia kalau Nana sudah panas dingin semberiwing saat ini.

"Ya lo kira ke kantin mau mandi." Deva membalas pertanyaan Dimas dengan sarkastik.

Dimas tertawa setelahnya, "eh iya, nih ada Astri juga."

Mati gue! Nana membatin.

"Hai, Tri—" Deva mengernyit sesaat, "loh? Gak makan juga?"

Nana mendongak dari persembunyian bodohnya tadi dan terkekeh melas, "eh, Deva, kirain siapa? Hhe, gue gak laper."

Deva ber-oh-ria sebelum akhirnya memilih kembali berdiri dari posisinya, "yaudah gue mesen dulu ya."

"Yoi." Balas Dimas seraya mengangkat kedua alisnya.

Deva pun meninggalkan meja yang diduduki oleh Nana dan Dimas.

Nana langsung menutup mukanya dengan kedua telapak tangan seraya menggeleng. Entah kenapa rasanya aneh saja bila nanti ia akan duduk dan menatap Deva makan di depannya.

Dimas tersenyum melihat perempuan itu.

"Kenapa, Astri?"

"Bacot."

"Cie yang bakalan liatin Deva makan."

Nana kembali menurunkan tangannya dan menatap Dimas kesal.

Sumpah demi apapun juga, Nana tidak mengerti kenapa orang se-menyebalkan Dimas bisa ada di dunia.

"Lo tuh ngapain sih nyuruh dia makan bareng di sini?!" tanya Nana membentak, tapi dengan nada yang lirih. Ya kali ia berteriak, bisa-bisa Deva mendengarnya.

"Loh, emang kenapa? Dia kan temen gue juga," Dimas tersenyum miring, lalu melanjutkannya, "oh iya, Deva gebetan lo ya?"

Laki-laki yang masih mengenakan seragam putih abu-abu itu berdiri seraya memegang piring nasi goreng kambingnya, "apa gue harus pindah tempat biar lo gak ke ganggu?"

"Lah, lo mau kemana?" Suara Deva terdengar mendekat.

Dimas goblok ih, anjir juga!

Nana tak henti-hentinya mengumpat dalam hati. Kalau tadi Deva mendengarnya bagaimana coba?

"Eh, Devanya udah selesai mesen. Kagak kemana-mana ko," Dimas kembali mendudukan dirinya dan menepuk kursi di sebelahnya, "duduk, Dev."

Deva ikut duduk di samping Dimas setelah meletakan mangkuk berisi mie ayam baksonya ke atas meja. Entah ingin membuat Nana pingsan atau gimana, tiba-tiba saja Deva menoleh ke arah perempuan itu dan tersenyum, "makan ya, Tri."

Hati Nana lagi-lagi luluh karena senyum itu, "hah? Iya."

Acara makan kembali berlangsung, sampai Dimas memperlambat kunyahannya ketika ia melihat Nana yang hampir ngiler menatap bagaimana cara Deva makan, ia membuang muka dan menyelesaikan makanannya dengan cepat, lalu berdiri kembali dari tempatnya sembari membawa piring nasi goreng kambingnya yang sudah habis.

After TenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang