Btw sebelumnya, maaf karena apdet lambings (a.k.a lama bingits) biqoz, kan skrg gue lagi sibuk2nya ngurusin berkas kuliah sembari kerja. Jadi capenya ampun ampunan.
Yaudah itu aja.
Makasih yang msh mau baca:)
Maaf kalo part ini agak gak jelas.
20. Step 6; Curhat
◎◎◎
Kedua remaja itu berjalan melewati pintu utama, kemudian meneruskannya ke arah garasi, di mana mobil Deva berada. Saat mereka sampai di tempat itu, yang laki-laki segera membalikkan badannya, beradu pandang dengan Nana yang tengah mengulum bibir.
"Thanks udah bolehin gue main lagi ke rumah lo," Deva berucap seraya memasukan kedua tangannya ke saku celana.
Nana hanya mengangguk untuk menjawabnya.
Hening mengisi untuk beberapa saat ke depan. Yang perempuan menunduk, memperhatikan kakinya yang kini sudah mengenakan sendal santai. Sedangkan yang laki-laki terus memandangi orang yang berdiri di hadapannya. Canggung, itu lah yang mereka rasakan saat tidak mendapatkan pembicaraan yang tepat. Keduanya justru sibuk dengan pikiran masing-masing.
Setelah lewat beberapa detik, Nana akhirnya memberanikan diri untuk kembali mengangkat kepala. Ia lalu menemukan Deva yang terus menatap ke arahnya.
Sontak, anak perempuan itu memukul bahu Deva pelan sebelum terkekeh, "Jangan ngeliatin kayak gitu."
Melihat bagaimana rona merah menjalar ke pipi Nana, Deva pun ikut tertawa.
"Ya udah," kata anak laki-laki yang masih dibalut dengan seragam putih abu-abu itu. "Kalo gitu, gue balik ya."
Lagi-lagi Nana hanya mengangguk, membiarkan Deva berjalan mengitari mobilnya untuk masuk ke bangku pengemudi. Setelah menyalakan mesin, Deva membuka kaca mobil di bagian kiri, sekadar untuk melihat wajah Nana sebelum ia benar-benar pergi dari rumah itu.
"Hati-hati," Nana tersenyum simpul, yang dibalas Deva dengan lambaian tangan.
Tidak sampai satu menit, Deva pun mulai menjalankan mobilnya, lalu beranjak meninggalkan kediaman Edrian. Nana menghela napas panjang saat dilihatnya mobil Deva sudah menjauh dan berakhir menghilang di belokan. Kemudian ia membalikkan badan untuk kembali memasuki rumah.
"Kak," panggilan seseorang dari ruang tamu berhasil menghentikan langkah Nana saat ingin menaiki anak tangga.
Nana menoleh, berbalas tatap dengan Nael yang sedang berkutat dengan laptopnya.
"Udah pulang temennya?" tanya Nael lagi.
Nana bergumam, tanda bahwa ia meng-iya-kan. Nael pun mengangguk paham dan kembali meneruskan pekerjaannya.
"Pa,"
Nael kembali mengangkat kepalanya saat mendengar Nana memanggil. "Iya sayang, kenapa?"
"Bilang Mama, jangan kayak gitu sama Deva." Setelah itu Nana langsung berjalan meninggalkan ayahnya dengan langkah terburu-buru.
Di lain tempat, Dimas meletakkan pelindung kepala yang baru saja ia pakai ke atas tangki motor. Ia lalu menatap rumah itu sejenak, menerka-nerka apa yang sedang pemilik rumah lakukan setelah kepulangan Deva lima menit lalu.
Sebenarnya, Dimas ingin sekali masuk untuk mengetahui apa yang sedari tadi ia pikirkan. Tapi, mengingat statusnya dengan Nana tidak cukup untuk melakukan hal itu, Dimas hanya tersenyum kecil. Ia lalu mengambil kembali helmnya, dan mengenakan benda itu sebelum melajukan motornya untuk keluar dari perumahan Nana menuju ke rumah satu-satunya sahabat kecil yang ia miliki.

KAMU SEDANG MEMBACA
After Ten
Teen FictionI'm just too afraid of being the only one who falls || Copyright © 2017, Michelle Kimberly - All Rights Reserved