8. Worried

373 61 96
                                    


"Eh, Astriara ada nggak?" tanya Dimas pada salah satu anak kelas XI IPA 2 yang baru saja keluar dari kelas itu.

"Hah? Astriara?" siswi itu nampak berpikir dua kali, "oh, Nana maksudnya? Ada ko."

"Thanks," ia mengedipkan sebelah matanya sebelum melangkah masuk ke dalam kelas Nana.

"Iya! Lo tau gak sih, Ra, dia tuh so sweet abis! Dia kemaren sampe minjemin-"

"Astri," interupsi itu berhasil membuat Nana dan Rara menoleh, mendapati seorang Dimas yang sedang bersandar pada salah satu meja di depan meja mereka.

"Kantin yuk,"

Mata Nana berbinar saat melihat Dimas, perempuan itu pun berdiri dari kursinya dan tanpa berpikir dua kali langsung mengiyakan ajakan Dimas, "nanti lanjut lagi ya, Ra."

Itulah kalimat yang Rara tangkap sebelum Dimas dan Nana berjalan keluar dari kelas dan menghilang dari pandangannya.

Setelah memesan, keduanya duduk di salah satu meja kantin dengan posisi yang berhadapan.

"Gimana kemaren sama Deva? Seru?" suara Dimas membuat senyuman Nana lagi-lagi terukir.

"Nggak usah ditanya itu mah, Dim," Nana memekik tertahan saat ia mengingat kejadian kemarin sore.

"Enak lo," wajah Dimas berubah asam, "gue abis dimaki-maki sama Cacil,"

Yang perempuan tertawa serta merta, "aduh, sorry banget," katanya. "Garang banget ya Cacil emangnya?"

"Nggak usah ditanya itu mah, Tri," Dimas mengulang cara bicara Nana beberapa menit lalu yang mengundang tawa Nana lagi.

Setelah itu, mereka meneruskan acara makannya dengan sesekali tertawa karena apa yang Dimas sampaikan, bahkan saat ini Nana tengah memegang perutnya geli.

Sampai tubuh Dimas tiba-tiba saja tanpa adanya pertanda apapun sebelumnya, kini sudah terangkat karena genggaman tangan Yudha pada kerah kemejanya.

Nana bahkan tidak sadar kapan Yudha ada di sisi meja mereka. Ia tersentak dan langsung berdiri dari tempatnya untuk melepaskan tangan Yudha dari Dimas.

"Berapa kali harus gue peringatin kalo lo mesti jauh-jauh dari Cacil?!" Suara Yudha menggema di setiap sudut kantin.

Suasana yang tadinya ramai, seketika menjadi hening. Semua tatapan siswa-siswi beralih ke arah Dimas, Yudha dan Nana tanpa menunggu barang sedetik pun.

"Astri, lo jangan deket-deket," perintah Dimas dengan nada selembut mungkin saat dilihatnya Nana mendekat dan menggenggam tangan Yudha.

"Yudha, lepasin nggak!" Nana tidak menggubris ucapan Dimas dan tetap menahan tangan Yudha.

"Astri, please, nggak usah ikut campur dulu, nanti lo kenap-"

"Gue ngomong sama lo, bangsat!!" Yudha mengeratkan tangannya pada kerah Dimas. "Jawab!!"

Mata laki-laki itu beralih menatap Yudha dan sesungging senyum tertera di bibirnya, tangan Dimas terangkat perlahan untuk melepaskan tangan Yudha darinya, "man, kita bisa omongin bai-"

"Anjing!"

Satu pukulan mendarat mulus di pipi Dimas, membuat anak laki-laki itu terjatuh ke lantai.

Nana berteriak kaget, begitupun semua orang yang ada di tempat kejadian, dengan cepat mereka semua mengerumuni ketiga orang yang menjadi tontonannya.

Nana berjalan sok jagoan ke arah Yudha, walau getaran pada tubuhnya tidak bisa ditahan, tapi sebisa mungkin Nana memberanikan diri untuk menghadapi Yudha. Karena bagaimanapun juga, semua karena rencananya.

After TenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang