Nana mengetuk-ketukan kakinya di lantai di depan pintu kamar mandi bertuliskan gentleman. Sekarang masih jam istirahat, dan sudah dipastikan bahwa Cacil juga Deva tidak ada di sekitar sini dikarenakan mereka berdua sedang makan di kantin.Kampret, Nana galau lagi mengingat hal itu.
Seorang yang sudah ditunggu sedari tadi pun keluar dari kamar mandi.
Anak laki-laki itu memaku di tempatnya saat melihat Nana ada di depan pintu dan sedang tersenyum ke arahnya.
"Dimas," panggil Nana masih dengan senyuman yang setia di sudut bibirnya.
Dimas kembali mengibaskan kedua tangannya untuk menghilangkan bekas air dan langsung berjalan meninggalkan Nana di sana.
Nana membelalak, ia berbalik badan untuk mengejar Dimas yang kini sudah berada tiga meter di depannya.
"Dimas! Bentar dulu, ada yang mau gue omongin."
Yang dipanggil berhenti melangkah, hingga Nana dapat berdiri di depannya untuk mengutarakan apa yang sudah ia rencanakan.
"I need your help."
Kalimat itu menimbulkan kernyitan di dahi Dimas, ia lalu membuang muka dan memasukkan tangannya ke dalam saku celana, "kayanya lo salah orang," kemudian melanjutkan langkahnya lagi.
"Enggak! Gue beneran butuh bantuan lo." Nana kembali berlari mengejar Dimas dan langsung berhenti tepat di depannya sembari merentangkan kedua tangan.
"Apaan?" tanya Dimas pada akhirnya.
"Bantu gue jauhin Deva sama Cacil."
Dimas berdecih, "kenapa harus gue? Bukannya kehadiran gue malah ganggu hidup lo?"
Ucapan Dimas membuat tubuh Nana kaku seketika. Bibirnya tiba-tiba seakan dikunci rapat tanpa ada seorangpun yang tau bagaimana cara membukanya.
"Gue cuma gak mau hidup lo terganggu dengan hadirnya gue. Paham?" Dimas menjeda sejenak, masih dengan sorotan mata yang membuat Nana merasa terintimidasi, "jadi, jaga jarak sama gue, Astriara."
Kalimat itu mengakhiri obrolan mereka, Dimas berjalan menjauh, meninggalkan Nana yang masih menatap bayang-bayang Dimas di tempatnya tadi.
◎◎◎
"Gimana? Dimas mau kan?" suara Nayla yang terdengar antusias mendapat gelengan lemah dari Nana.
"Loh? Kenapa?" kini Rara bertanya, masih dengan tangan kanan yang sibuk mengudek-udek bungkusan ciki di tangan satunya.
"Dia bilang, 'gue nggak mau ganggu lo, jadi jaga jarak sama gue, Astriara' ngeselin gak sih?" perempuan itu mengulang bagaimana cara Dimas berbicara dengan menjelek-jelekkan bibirnya.
"Bhak," Vally, Nayla dan Rara mengernyit bingung setelah mendapat jawaban dari Nana, "apaan dah tuh orang? Ko tiba-tiba baperan?" Vally memutar bola matanya kesal.
Sedangkan Nana membalas ucapan Vally hanya dengan bergidik, "gue aja bingung dia kenapa,"
"Ya udahlah, lo minta bantuan orang lain aja, yang sama gak sukanya kaya lo kalo ngeliat Deva Cacil barengan," Nayla memberi saran.
"Ya, siapa?"
"Yudha mungkin bisa, kan dia gak suka tuh kalo pacarnya deket-deket sama cowok lain," Rara menimpali, "lo bilang aja kalo Deva sama Cacil sering jalan bareng dan sebagainya, pokonya lo lebih-lebihin gitu."

KAMU SEDANG MEMBACA
After Ten
Teen FictionI'm just too afraid of being the only one who falls || Copyright © 2017, Michelle Kimberly - All Rights Reserved