3. Buku Fisika

388 59 38
                                    

"Dimas?!" Nana membulatkan matanya tak percaya, sedetik kemudian ia mengedarkan pandangannya.

"Duduk, Tri."

"Deva mana? Ko malah lo yang ada di sini?"

Dimas tertawa singkat, "dia ada janji sama Cacil, jadi nyuruh gue yang balikin buku lo."

"Mana buku gue?!" seraya menyodorkan tangannya ke depan wajah Dimas, Nana bertanya dengan nada tinggi.

"Wes, jangan kesel gitu dong, sini duduk dulu," laki-laki itu menepuk bangku kosong di sampingnya, "santai aja kek di pantai."

Nana memutar bola matanya malas dan langsung mengambil posisi duduk di depan Dimas, entah apa yang mendorongnya untuk duduk di situ yang pasti Nana tidak mau duduk dekat Dimas.

"Mau makan apa?" Dimas membolak-balikkan buku menu dengan senyum sumringah.

"Mana buku gue? Gue mau pulang."

"Mau dianter? Gue lagi bawa mobil nih," ia menunjukan kunci mobil dengan gantungan pokemon yang tersemat di jari telunjuknya.

Nana mendengus, "sayangnya gue juga bawa," tanpa menunggu lebih lama lagi, Nana sudah berdiri dari duduknya, "jadi balikin buku gue."

"Bukannya emang lo yang sengaja ninggalin ya?" Dimas menaik-turunkan alisnya, membuat Nana berjengit kaget.

Mata anak perempuan itu mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya memilih untuk membuang muka, "ya-yakali, buat apa juga gue sengaja ninggalin buku gue?"

"Biar Deva bisa deket sama lo."

Nana semakin tersentak kaget, dan dengan langkah yang dihentak, ia berjalan keluar cafe.

"Ambil aja dah tuh buku! Gue gak butuh!"

◎◎◎

"Buku fisika gueeeee! Huaaaa." Nana meringis saat mengingat bahwa guru fisikanya memberikan tugas di buku itu, dan sekarang bukunya tidak berada di tangan Nana.

"Aduh, Na, berisik banget sih ah." Rara mengusap telinganya berulang karena baru saja mendapat siksaan berupa suara melengking dari mulut Nana.

Nana menoleh ke arah teman sebangkunya dan kembali meringis kencang, "huaaaaaaa, Dimas dodol!"

"Aduh, apaan sih!" Rara menoyor kepala Nana agar kembali menghadap ke depan.

Nana benar-benar menyesal karena kemarin sore malah pergi begitu saja, meninggalkan buku fisikanya yang masih dipegang oleh Dimas, hanya karena malu ketahuan.

Rasanya serba salah.

Satu sisi Nana tengsin mendengar ledekan dari Dimas, satu sisi lagi Nana membutuhkan bukunya.

Tapi dimana-mana rasa tengsin akan lebih unggul.

Jadi, selamat tinggal pada buku catatan fisika Nana.

"Selamat pagi anak-anak."

Wassalam.

"Pagi, Bu."

After TenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang