16. Can You?

231 31 46
                                    

"Thanks udah mau nemenin gue nonton,"

Deva berujar saat dirinya baru saja menginjak pedal rem dan berhenti tepat di depan gerbang hitam kediaman Edrian.

Nana menoleh, ia tersenyum dan mengangguk dua kali untuk membalas ucapan anak laki-laki di hadapannya.

Jam sudah menunjukan pukul sebelas malam. Dan Nana berjanji pada orang tuanya kalau ia akan pulang saat jarum pendek berhenti di angka delapan.

Perempuan itu telat tiga jam.

Tapi, sepertinya ia tak peduli akan ocehan Alona yang sudah pasti ia dapatkan sesudah ia menutup pintu utama, untuk saat ini mungkin ia begitu.

"Kalo nyokap bokap lo marah, tolong sampein gue minta maaf," laki-laki itu bersuara lagi.

"Dev, tadi tuh macet," balas Nana, "kalo nggak macet juga kita nggak bakalan telat pulang."

Mendengar jawaban tersebut, Deva terkekeh renyah, "kalo gue nggak ajak lo pergi, lo nggak akan telat pulang, Tri."

"Tapi kan—"

"Itu nyokap lo?" pertanyaan yang keluar dari mulut Deva menghentikan bantahan Nana.

Sontak kepala perempuan itu ia tolehkan ke samping kiri. Dengan jelas Nana melihat bahwa wanita dengan balutan piyama putih dan sweater abu-abu yang melapisinya berjalan keluar dari pintu utama rumah.

Alona melipat kedua tangannya dan berjalan bolak-balik di depan teras.

"Tri, sumpah. Gue minta maaf, gue sama sekali nggak berniat buat bikin nyokap lo se-khawatir itu. Apa mau gue turun dulu buat ngomong sama nyokap lo?"

Lantas Nana kembali menjadikan Deva sebagai fokusnya, "nggak apa-apa, nanti gue aja yang kasih pengertian ke dia," katanya. "Gue turun ya?"

Deva mengangguk mantap, lalu membuka kaca mobil di bagian kiri saat Nana sudah melangkah keluar. Laki-laki itu melambaikan tangannya sebelum menutup lagi kaca mobil, lalu menekan klakson.

Perempuan yang berdiri di depan gerbang rumahnya itu tersenyum penuh arti. Kemudian ia membalikkan badan dan masuk ke dalam lingkup rumah.

Nana menundukkan kepala saat dilihatnya Alona berkacak pinggang seraya menggelengkan kepalanya.

"Do I have to remembering you about your promise?"

"Ma, tadi tuh mace—"

"I don't care, you already promise me."

"God! Fine, aku minta maaf, Deva juga minta maaf. Aku nggak akan ngulangin lagi."

Alona menghela napasnya pelan sambil menurunkan tangannya dari pinggang. "Jangan bilang Papa kalo kamu pergi sama laki-laki,"

"Ma—"

"Okay, bilang aja tadi jalanan macet parah."

Setelah mengucapkan kalimat itu, wanita tersebut langsung berjalan memasuki rumah yang mana membuat Nana memejamkan matanya dengan tangan terkepal.

Perempuan yang masih mengenakan seragam sekolahnya itu berjalan masuk dan menutup pintu. Ia lalu melanjutkan langkahnya ke arah ruang tamu dan langsung duduk di single sofa setelah meletakkan tasnya di bawah.

"Tadi macet banget," katanya.

Tak ada balasan apapun. Ruang tamu hanya diisi dengan suara tv yang entah sejak kapan membuat suasana menjadi sedikit mencekam. Alona yang duduk di samping Nael langsung menoleh ke arah suaminya dan menyenggol lengan pria itu.

After TenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang