Sebelumnya, thanks buat 2k viewers. You guys are amazing.
Tapi heran, votenya why sedikit why?:(
syedi aku tu..
Yaudah langsung ke part 14 aja ya😘😘
Ilafyu❤
◎◎◎
Bel pulang sekolah baru saja berbunyi. Keempat perempuan dengan tas yang sudah berada di punggungnya masing-masing kini sedang berjalan melewati koridor untuk ke lobby utama.
Sepeninggalan Nayla, Rara dan Vally yang sudah dijemput oleh pasangan masing-masing, Nana berjalan kembali memasuki koridor dan mengambil jalan lurus untuk ke lapangan basket. Perempuan itu tersenyum saat melihat Deva sedang berlari dengan bola yang ia dribble.
Nana melanjutkan langkahnya ke arah tribun dan duduk setelah meletakkan tasnya di sisi kanan perempuan itu.
Sampai bayangan seseorang yang duduk di sebelahnya membuat Nana sontak menoleh terkejut.
"Buset, Tri, kaya liat setan aja lo,"
"Hah? Gue?" telunjuk perempuan itu mengarah ke arah dirinya sendiri, "engga tuh."
Laki-laki itu tersenyum, ia lalu membuka botol minumannya dan menenggak air mineral di dalam sana.
"Liatin Deva lagi?"
"Engga, gue liatin bolanya," Nana memutar bola mata malas, "ya gue liatin Deva lah, liatin siapa lagi coba, Dim?"
Dimas tertawa serta merta setelah mendengar jawaban dari perempuan bermata cokelat muda di sebelahnya, "siapa tau gitu kan lo ngeliatin gue,"
"Ogah amat."
Tak ada balasan apapun dari Dimas, ia hanya terkekeh sejenak sebelum menatap ke lapangan.
Beberapa menit berikutnya, Deva menoleh ke arah tribun dan tersenyum saat melihat Nana duduk di sana. Lantas Nana ikut tersenyum dan melambaikan tangannya.
"Awwwww, bunga-bunga deh itu hati," komentar laki-laki dengan baju basket bernomor 2 itu.
"Bawel ah,"
"Yee, ya udah, gue mah diem aja deh, diem."
Lagi-lagi suasana menjadi hening. Hanya suara teriakkan dari lapangan saja yang terdengar di telinga Nana dan Dimas, hingga akhirnya rintikan hujan turun membasahi bumi.
Sontak Nana dan Dimas berdiri dari duduknya, mereka lalu beranjak turun dari tribun dan berlari bersama menuju ke arah koridor.
Sesampainya di tempat itu, yang perempuan langsung mengusap bagian seragamnya yang basah, hingga sebuah handuk kecil terpampang di depannya. Nana menoleh, ia mendapati Deva lah yang menjulurkan tangannya, berniat memberikan handuk itu pada Nana.
"Makasih,"
Laki-laki tersebut tersenyum dan mengangguk singkat. Alunan musik klasik terdengar di balik derasnya hujan sore ini. Deva langsung mengeluarkan ponselnya dari dalam tas dan mengangkat telepon yang berasal dari Amira.
Ia menjauh sejenak setelah memberikan tepukan pelan di pipi Nana. Perempuan itu dapat melihat punggung Deva yang sedang berjalan meninggalkannya dan berhenti di ujung koridor.
Satu tangannya naik, laki-laki itu berkacak pinggang, kemudian berputar 45 derajat dan mengacak rambutnya, membuat Nana mengernyit.
Tak lama kemudian, Deva kembali setelah memutuskan sambungan dengan ibunya. Ia kembali memasang senyum saat melihat Nana.

KAMU SEDANG MEMBACA
After Ten
Teen FictionI'm just too afraid of being the only one who falls || Copyright © 2017, Michelle Kimberly - All Rights Reserved