Sore ini Yoomi nampak sibuk merapikan tatanan meja dan kursi di kafenya. Kebetulan dia ingin menutup kafe lebih awal karena kurang enak badan. Suara pintu dibuka dari luar membuatnya mengangkat wajah. Namun raut wajahnya langsung berubah masam begitu tahu siapa yang buka pintu barusan.
"Ngapain kau kesini?" Tanyanya dingin begitu melihat mantan suaminya itu datang lagi.
Laki-laki itu berjalan dengan sedikit angkuh lalu meletakkan dokumen di atas meja secara kasar. "Ini surat tuntutan hak asuh anak! Kau baca dulu baru kau tanda-tangani. Setelah itu kita ketemu di pengadilan." Jelasnya dengan nada dingin.
Yoomi menghela nafas kasar lalu memberi lirikan penuh kebencian ke laki-laki brengsek itu. Laki-laki ini benar-benar egois dan keterlaluan
"Kau benar-benar ayah yang nggak tahu diri!" Ucapnya. "Jinjoo masih di bawah umur. Apa kau nggak memikirkan kebahagiaan untuknya?!" Bentaknya emosi.
"Hei! Aku papanya! Aku berhak mendapat hak asuh. Dan aku tahu bagaimana membahagiakan anakku!" Belanya.
"Apa-apaan ini?"
"Nenek!" Yoomi terkejut melihat nenek dan pamannya ada di kafenya.
Nenek berjalan menghampiri mereka berdua. "Kau ngapain masih disini? Apa kau masih belum puas menyakiti perasaan Yoomi ku?!" Omelnya.
"Nek, aku kesini untuk mendapatkan hak asuh Jinjoo." Jelas Jisook. Ucapannya itu benar-benar egois.
"Berani-beraninya kau minta hak asuh! Kau pikir kau siapa hah? Laki-laki nggak tanggungjawab sepertimu nggak pantes dapetin hak asuh!!" Hardik nenek dengan penuh emosi.
"Aku papa kandungnya Jinjoo, Nek!" Sahut Jiseok nggak mau kalah.
"Kau bilang apa?! Dasar laki-laki nggak tahu malu! Pergi! Cepat pergi dari sini!!" Emosi nenek makin memuncak.
Nenek hendak melangkah untuk menarik baju laki-laki brengsek itu supaya pergi. Namun tubuhnya mau limbung. Beruntung langsung segera ditahan oleh paman yang berdiri di belakangnya.
Raut wajah Yoomi tak kalah cemas melihat neneknya mau ambruk. Dia buru-buru menghampiri neneknya. "Nenek!" Serunya panik.
Nafas nenek terdengar sedikit terengah-engah dan kepalanya terasa pusing. Tubuhnya benar-benar lemas.
"Hei, kau pergilah! Cepat pergi!" Usir Yoomi ke mantan suaminya itu.
Namun Jisook tak menghiraukan usiran mantan istrinya itu. Dia segera menghubungi 119.
***
Suara sirine ambulans mulai memasuki pelataran rumah sakit. Dengan sigap Ilwoo berlari mendekat diikuti paramedis yang sudah bersiap membawa brankar dorong.
Nenek yang masih dalam keadaan tak sadarkan diri segera dibawa masuk ke dalam gedung rumah sakit dengan dibantu selang oksigen di hidungnya. Ia langsung dibawa ke ruang ICU untuk ditangani lebih lanjut.
"Ilwooya," Yoomi memanggil nama adiknya dengan raut sedih dan cemas. Dia sampai kehilangan kata-kata karena masih syok.
Ilwoo menepuk pundak kakaknya. "Kak, jangan khawatir. Aku akan melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan nenek." Ucapnya menenangkan. "Aku masuk dulu." Pamitnya dan dibalas dengan anggukan pamannya.
Yoomi, papa, mama, Jinjoo dan pamannya menunggu di ruang tunggu ICU. Mereka belum boleh masuk karena nenek sedang diperiksa oleh dokter.
Ilwoo segera keluar ruang ICU dan langsung disambut dengan wajah harap-harap cemas dari anggota keluarganya.
"Ilwooya, gimana keadaan nenek?" Tanya papa.
"Ada pendarahan kecil di otak, tapi untungnya tidak terlalu parah. Nenek hanya butuh dirawat disini 3-4 hari Pa." Jelasnya.