9

1.1K 87 0
                                    

BELUM DI REVISI KEMBALI.

Pertemauan itu telah terlewatkah oleh Adfan. Ya, yang di dalamnya Adfan mengakui Aakil sebagai Ayahnya. Meskipun belum yakin sepenuhnya tapi entah karena apa Adfan pada waktu itu mengakui Aakil sebegitu yakinya, sampai-sampai membuat semua anggota keluarga terkejut. Entah itu memang terkejut karena Aakil anak dari Adfan atau terkejut karena Adfan tiba-tiba berbicara seperti itu.

Dan kedatangan satu keluarga di pagi-pagi itu pula langsung membuat Adfan tersenyum, entah kenapa memang akhir-akhir ini Aileen menjadi pemalas dan untuk sekedar sarapan juga harus nyelonong ke rumah orang.

"Papa, apa bisa Papa membuat perut Mama bentol seperti Aunt?" tanya anak itu.

Adfan hanya bisa mengerjap dan tersenyum cerah kala melihat kebelakang Aakil terdapat Aileen yang tengah tersenyum lebar. Entah apa yang tengah calon Bapak-bapak itu pikirkan hingga bisa membuat Aakil berbicara seperti itu.

"Papa!" jerit Aakil, seketika Adfan mendekati Aakil dengan masih tersenyum.

"Apa kamu lapar?"

"Aku baru saja sarapan!" ambek Aakil sembari memanyunkan bibirnya.

Adfanpun terdiam tak membalas kembali perkataan Aakil, ia hanya sedang menunggu Akhseen. Apakah dia akan menanggapi ucapan anak ini atau tidak.

"Apakah tidak akan di jawab? Apakah itu pertanyaan yang sangat susah? Atau memang Papa tidak pintar?" cerocos anak itu yang membuat Adfan geram, apa-apaan anak ini? Sebenarnya apa yang telah merasuki otak kacang ijonya itu? Anak siapa sebenarnya dia itu? Apakah kedua orang tuanya tidak bisa mendidik anak?!

"Apa kamu tidak bisa mengurus anakmu hingga bisa berbicara setengil itu?" kesal Adfan yang sekarang telah berdiri menghadap ke Akhseen yang sedari tadi hanya bisa terdiam.

Sedangkan Akhseen yang mendapatkan serangan yang mengejutkan itu langsung membulatkan kedua bola matanya, apa-apaa dia? Pikirnya.

"Kau racuni apa anak kecil seperti ini hingga bisa berbicara secara arogant dan menyebalkan seperti itu?" cercah kembali Adfan.

"Ap-" perotesan Akhseen yang sudah hampir sampai ketenggorokanya lagi-lagi di halangi oleh Abanganya.

"Ahh sepertinya akan ada badai sayang, sebaiknya kami pergi kalau begitu." Ujar Aileen sangat polos, padahal pertengkaran itu di sebabkan oleh keisengan Aileen.

"Ah ya Teh, aku nitip Aakil juga, aku nggak mau dia dengar kata yang tidak-tidak dari kami." Ujar Akhseen kepada Myshea yang langsung di anggukinya.

"Dia emang udah terkontaminasi oleh kata-kata yang nggak bener." Dengus Adfan yang masih bisa terdengar oleh semua orang yang ada di Apartement Adfan.

Aakil yang melihat Mama-Papanya yang berbicara panjang dan juga berinteraksi lebih dari saling pandang itu langsung nyengir. Ia tak mengerti dengan permasalahanya tapi ia merasa senang karena sudah membuat 'orangtuanya' berbicara saling pandang tanpa harus curi-curi pandang.

Hingga Aakilpun rela harus di bawa oleh Myshea, padahal ia masih penasaran dengan kelanjutan dari ertengkaran orangtuanya itu.

Setelah kepergian keluarga itu Akhseen langsung memandang Adfan dengan sengatan esernya, ia serasa terhina. Sebagai ibu yang hanya membesarkan anaknya seorang diri dan ada orang yang baru datang menghina hasil karnya.

Apa dia tidak mikir, bahwa melahirkan mengandung membesarkan anak itu susaah,menguras tenaga, pikiran, dan menguras dompet? Belum lagi dengan penyakit yang memang di biarkan terbengkalai dulu oleh dirinya.

"Sekarang, kenapa kau berbicara seperti itu tadi?" awal Akhseen yang langsung menggebu-gebu di hadapan Adfan.

Adfan yang mendapatkan serangan balik itu langsung menelan salivanya kala melihat tatapan dari Akhseen.

SHENILFA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang