21

729 64 6
                                    

Senyum Adfan mengembang dan ia langsung memeluk tubuh kurus di depanya itu.

“Aku merasa panas tadi.” Ujar Adfan memecah keheningan di antara mereka.

Akhseen hanya bisa menaikan kedua alisnya.

“Kamu jangan lebay.” Ujar Akhseen sembari menelusupkan wajahnya ke cekukan leher Adfan.

“Apa?” Adfan langsung mengurai pelukan mereka dengan Akhseen yang langsung berdecih dan berlalu kekamarnya.

“Hey, hey, hey. Mau kemana?!” teriak Adfan  sembari mengikuti langkah Akhseen.

.

“Sekarang kita harus jujur.”

“Ah ta ta ta, kata-katanya yang bagus adalah...” Adfan mulai bergumam.

“Kita harus saling jujur. YA! Ya kita harus jujur. Iya kan sayang ?” Adfan lagi-lagi bertingkah kekanakan kala sedang di dekat Akhseen.

Sedangkan Akhseen.

Akhseen sekarang hanya sedang menikmati kopi yang masih mengepul di tanganya.

“Sheen.” Suara itu.

Akhseen langsung tertegun dan sedikit demi sedikit melirik ke arah kananya.

Di mana Adfan tengah duduk di sampingnya.

Akhseen mulai menelan salivannya dengan susah kala melihat wajah Adfan yang mungkin ‘tidak bersahaabat?’

Kenapa? Batin Akhseen. Kala merasakan aura takmengenakan di sekitarnya.

“Apakau menyesal?” tanya Adfan yang sekarang telah sepenuhnya menatap Akhseen.

Akheen masih mnatap takut di campur bingun terhadap Adfan.

Apa aku melakukan kesalahan ? batin Akhseen sembari meringis.

“Ap-apa maksudmu?”

Adfan langsung menghembuskan napasnya kasar sembari menyenderkan punggungnya ke punggung sofa.

“Sepertinya aku lelah.” Gumam Adfan masih terdengar oleh Akhseen.

Malah jelas.

Sangat jelas.

.

“Kau mau kemana?” teriak Akhseen kala melihat Adfan yang sudah rapih kembali.

“Pergi.” Gumam Adfan.

Akheen mulai menghembuskan napasnya lelah.

Lelah dengan keterkejutan hari ini.

Lelah juga dengan perubahan sikap yang di berikan Adfan.

“Aku ikut.” Pekik Akhseen sembari berlalu mencari tasnya.

Dan setelah itu tanpa permisi ia langsung terduduk di bangku penumpang mobil Adfan.

Yang padahal Adfanpun masih belum memasuki mobilnya.

Suasana hening di dalam mobil itu.

Biasanya Adfan suka mengoceh ini itu kalau sedang berada di dekat Akhseen, tapi, sekarang berbeda.

Mungkin Adfan sudah tak punya bahan obrolan lain untuk di jadikan bahan obrolan, mungkin. 

Diam-diam Akhseen menghembuskan napasnya sembari melihat jam tanganya.

Sudah waktunya, batin Akhseen sembari melirik kesekitar jalan.

“Berhenti dulu di toko itu.” Ujar tiba-tiba Akhseen. Dan Adfan langsung menuruti tanpa kata.

SHENILFA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang