Masihh sama, lom revisi .
“Sebenarnya siapa yang Bos disini?” dumal Adfan, kala melihat Akhseen yang tengah meneguk minumnya.
Akhseen yang mendengar dumalan itu hanya mengedikan bahunya dan mendekatkan dirinya kepada Adfan.
Sesaat Adfan merinding karena kehadiran Akhseen tapi ia cukup gesit hanya utuk sekedar merubah ekspresinya.
“Aku nggak tau kamu punya rumah di Pangandaran.” Mulai Akhseen. Adafan lagi-lagi mendengus.
“Saya, memang tidak mempunyai rumah disini.” Desis Adfan yang langsung di balas oleh dengusan Akhseen.
“Ngomong-ngomong, istrinya nggak marah suaminya serumah dengan wanita lain?” tanya Akhseen sembari membantu Adfan menyiapkan apa-apa yang di butuhkan untuk makan.
Pertama, Adfan mengerutkan keningnya. Tak mengerti dengan ucapan Akhseen. Lama Adfan berpikir hingga suara jeritan tertahan itu terdengar di pinggilrnya. Tepatnya, di depan kulkas.
Akhseen langsung menutup mulutnya serta membulatkan kedua bola matanya. Awalnya ia hanya merasa aneh saja karena ada bercak keunguan di daerah leher dan sekitarnya.
Hingga tiba-tiba ia menyadari dan mulai ingat kejadian beberapa tahun lalu, ia ingat bahwa ia juga pernah mendaptkan bercakan itu dulu. Ya, meskiun tak separah sekarang.
Akhseen langsung menilik lagi tubuhnya, hingga ia tersadar bahwa ia tak memakai baju yang di pakainya untuk kekantor.
“Kenapa?” tanya seseorang itu, dan Akhseen langsung melihat lelaki itu yang sekarang tengah memegang pundaknya.
Apa ini baju istrinya? Batin Akhseen masih dengan menatap Adfan dengan mata bulatnya. Yang berarti cap merah ini bekas dari Adfan.
Dan
Damn
Semuanya
Masa
Aku
Melupakan
Hal
Senikmat itu.
Apa kalian percaya aku melupakan hal itu ?
Apa kalian percaya bahwa aku tak merasakan hal itu ?
Bodoh
Se-negefek-ngefeknya obat Akhseen, Akhseen tak mungkin untuk tidak sadar akan perbuatan Adfan, bahkan ia menikmatinya.
Jadi, kenapa sekarang Akhseen malah so shock seperti itu? Kalau saja ia mengetahui perbuatan apa yang telah di lakukan Adfan kepadanya ?
“Kamu, kenapa?” tanya Adfan kembali, hingga mampu membuat kedua bola mata Ahseen mengerjap perlahan.
Tapi, ia tak tahu. Baju siapa yang tengah ia kenakan sekarang.
Akhseen mulaibersedih kembali.
Dres warna peach di atas lutut itu sangat cantik dan pas di pakainya. Tapi, ia tak mau kalau baju ini pernah di pakai oleh wanita lain. Apalagi istri dari Adfan.
“Hey.” Tegur kembali Adfan.
Sekarang yang hany bisa di lakukan Akhseen; menghela nafas, dan beanjak ke sofa, ruang tamu.
Adfan yang melihat itu menjadi tambah bingung di buatnya itu, ia kira Akhseen tau bahwa di permukaan kulitnya itu ada warna-warna aneh yang mampu membuatnya menjerit dan memukuli Adfan, tapi sayang, itu hanyalah perkiraanya.
“Heh, sekertaris! Makan!” teriak Adfan, Akhseen langusng bergumam dan beranjakdari duduknya dengan lemas.
Ia telah membuka pesan dari Abangnya, bahwa ia harus semangat dan jangan menyerah. Apa-apaan abangnya itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
SHENILFA [COMPLETED]
RomanceMereka memang gila. Sue Dan semacamnya. Akhseen sedari dulu membiasakan dirinya untuk slalu melestarikan adat istiadat. Seperti nama panggilan daerah dan dengar dia sangat bodoh tak seperti Abangnya. Adfan, dia sangat menyukai wanita itu hingga bebe...