Bab 7

15.1K 747 9
                                    

Ezra PoV

Lagi dan lagi kak Lula gak sadarkan diri di tempat kerjanya. Udah dua kali dalam seminggu kakak kayak gini dan entah apa penyebabnya aku gak tau. Aku terlalu sibuk karena mengejar pelajaran yang sempat tertinggal, apalagi saat ini udah kelas dua belas bikin aku mau gak mau harus fokus.

Selama seminggu ini juga aku jarang ada dirumah, bimbingan belajar yang di adakan disekolah serta les privat bikin aku lupa kalau ada orang yang harus aku jaga. Bukan aku gak peduli, kak Lula sering marahin aku meskipun cuma kata-kata lembut yang keluar dari bibirnya, aku tau itu kata-kata marah.

Ya, kak Lula adalah sosok wanita lemah lembut, baik, penyayang serta keibuan. Terbukti dengan keponakan-keponakannya yang selalu nempel. Aku tersenyum kecut mendapati keadaan sekarang yang menurutku gak adil. Tapi aku yakin juga Tuhan memang sedang menguji dan merajut perjalan hidup kak Lula untuk menjadi lebih baik.

Mama dan papa, selaku orang tua juga ikut menyemangati dan aku sebagai pendukung. Hidup memang tak selalu lurus, karena Tuhan akan mengujinya dengan berkelok-kelok untuk mengetahui kesabaran dan ketabahan setiap umatnya.

Udah 20 menit sejak kedatangan aku keruangan ini masih belum ada penanggung jawab atas pingsan nya kak Lula. Tapi samar-samar aku denger suara dua orang laki-laki sedang mengobrol serius. Aku yang penasaran mencoba menjelikan pendengaranku.

"Lo beneran hamilin dia? Ceroboh banget sih gak pake pengaman segala! Jadi pusing kan,"

"Ya mana gue tau! Gue gak sadar waktu itu,"

"Mau ditaro dimana muka gue sebagai atasan punya tangan kanan brengsek kayak gini! Lo harus tanggung jawab, Ga. Gimana pun juga itu janin anak lo,"

Hening sejenak, aku tak mengerti apa maksud keduanya. Tapi yang aku tangkap inti dari pembicaraannya tentang menghamili, janin, dan bertanggung jawab. Maksudnya itu orang ngehamilin anak orang? Wah, parah!

Ceklek'

Tiba-tiba pintu ruangan ini terbuka dan langsung menampilkan kedua sosok yang aku yakin sedang berbicara serius tadi. Aku langsung siap siaga, karena mereka berdua asing bagiku.

Kedua laki-laki itu begitu sangat terkejut ketika melihatku. Aku menatap mereka berdua dengan tatapan tajam. "Maaf, anda berdua siapa?"

Keheningan cukup membuat suasana tegang. Pasalnya mereka seperti ragu dan takut untuk mengatakan sesuatu.

Si laki-laki menurutku sedikit bule berdehem. Auranya menyorotkan kewibawaan. "Apa kamu adiknya, Lula? Perkenalkan saya Dareno dan disebelah saya Arga. Sebelumnya maafkan saya dan laki-laki disebelah saya karena membuat kakakmu tidak sadarkan diri dua kali berturut-turut."

Aku mengangguk. Mengerti, apapun kesalahan dua orang ini tidak sengaja. Lagian memang kak Lula sedang rentan sekali kesehatannya. "Iya saya ngerti, tapi maafkan juga kakak saya karena kesehatannya sedang rentan sekali. Kakak saya sedang hamil,"

Seketika dua laki-laki itu menegang ditempatnya. Aku tak mengerti kenapa reaksi mereka sampai segitunya. Arga, laki-laki yang dikenalkan pak Daren maju dengan ekspresi bersalah.

Beberapa pertanyaan mulai hinggap dipikiranku. Mau apa pak Arga menghadap kearahku? Apalagi untuk ekspresinya itu yang seakan-akan buronan yang ingin mengakui kesalahannya. Aku tak habis pikir, tapi aku kembali serius.

"Mungkin ini yang dikatakan karma. Saya tau se-brengsek apa kelakuan saya, saya hanya ingin meminta maaf atas kelakuan serta ketidaksadaran saya. Seharusnya saya bilang ini pada kedua orang tua kalian, bilang saja pengecut. Iya, saya tidak pantas dihadapkan dengan keluarga baik-baik seperti kalian." ucapnya.

Seketika ucapannya membuatku terperangah. Aku tak percaya pak Arga mengaku dengan jelas dan singkat tentang kelakuan bejatnya kepadaku. Lantas apa maksudnya berbicara seperti itu kepada anak yang sering dibilang bau kencur ini? Bukan aku tak tau dan tidak mengerti. Memangnya aku siapa? Polisi? Wanita yang dimaksud atau orang tua wanita itu? Jelas bukan!

Aku menatap tajam pak Arga. "Apa maksud pak Arga?" tekanku.

Seakan mengerti arti tatapanku, pak Arga tidak langsung menjawab melainkan malah mengajakku untuk ke kantin Rumah Sakit. Aku langsung menolaknya.

Keheningan sempat terjadi jika saja pak Daren atasan kak Lula tidak membuka suara sejak obrolan serius antara aku dan pak Arga. Tetapi, saat kata demi kata keluar dari mulut pak Daren yang membuatku semakin tak percaya adalah penyebab atas hamilnya kak Lula. Apalagi ini?

"Maaf,"

Satu kata baru saja keluar lagi dari mulut laki-laki brengsek yang mengaku telah menghamili kakakku. Tanpa disadari oleh mereka aku maju dan langsung membogem wajah pak Arga dengan sekeras mungkin membuat pak Arga tersungkur ke sudut ruangan.

Pak Daren yang sejak tadi hanya diam langsung meleraiku yang akan kembali menonjok. Dua orang suster yang entah kapan datang mencoba membantu pak Arga bangun disertai datangnya seorang satpam beserta dokter Rumah Sakit ini.

Aksi serta kericuhanku membuat rumah sakit gempar dan beberapa suster bahkan ibu-ibu yang sedang lewat langsung menghampiri ruangan ini untuk mengetahui apa yang terjadi.

Tak memperdulikan disekitar aku langsung duduk dikursi sebelah kak Lula berbaring dan menatap wajah damainya. Orang-orang yang sempat berada diruangan ini sudah pergi menyisakan kami berdua.

Tak berapa lama kedua orang tua kami datang dengan raut kekhawatiran. Rupanya ada yang mencoba menghubungi mama dan papa bahkan pertanyaan-pertanyaan langsung dilontarkan mama begitu masuk keruangan ini. Tak ayal papa menatapku tajam seakan-akan aku penyebab ini semua. Oke, aku terima tapi yang pastinya ada penyebab serta masalah lain yang belum diketahui mereka.

◆◆◆◆◆

Segini dulu ya, maaf banget pendek dan enggak memuaskan. Semoga menikmati :)

Slow update untuk januari-februari

Bye :)

The Best MommyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang