Bab 8

15.6K 721 10
                                    

"Kamu yakin mau ke kantor?"

Tanya Nesa begitu melihat putri sulungnya sudah berpakaian rapih. Ia tidak yakin dengan kondisi putrinya itu, sebab selain sering pingsan Lula juga tidak pernah mengeluh apapun. Bahkan untuk sekedar bercerita saja sepertinya Lula enggan yang sudah pasti alasannya takut mamanya itu khawatir dan macam-macamlah pokoknya.

Tapi untuk kali ini rasanya Nesa sudah tidak bisa berdiam diri saja. Sudah banyak hal membuktikan kalau putrinya itu tidak baik-baik aja. Malah udah hampir semingguan ini Lula tidak minta dimasakin apa-apa atau sekedar dibelikan makanan. Padahal Lula sedang mengalami masa mengidam yang tak mungkin cuma di alami selama dua bulan. Untuk pemeriksaan rutin ke dokter kandungan juga sepertinya sering dilewatkan. Lalu, apalagi yang bisa Nesa lakukan selain menuntut penjelasan dan menggantikan apa yang terlewatkan. Bukan apa-apa, sebagai seorang ibu tentu Nesa sudah sangat tau tentang ini-itu.

"Iya, Ma. Lagian kayaknya kerjaku keganggu terus, jadi hari ini aku kerja gantiin yang kelewat." Kata Lula dengan yakin.

Nesa menoleh pada putrinya yang sedang sarapan roti dengan telur ceplok. "Apa salahnya istirahat dulu, lagian bos mu pasti mengerti. Iya sih mama tau kamu masih baru. Udah hal wajar kamu minta cuti,"

Lula menggeleng, "Lagi ada proyek besar, Ma. Kalo gak kerja kasian mbak Anita, dia baru lahiran."

Nesa mengernyit. Apa semua sekretaris disitu ibu-ibu hamil? "Lho baru lahiran? Ini kok aneh sih! Yaudahlah kamu berangkat sekarang, jaga kesehatan kamu ya sayang. Kalo ada apa-apa telpon mama,"

Lula mengangguk lalu berpamitan pada Nesa. Hari ini terpaksa berangkat ke kantor bareng dengan Ezra menggunakan mobil. Jadi setelah mengantarkan kakaknya itu Ezra akan membawa mobil tersebut kesekolahnya.

◆◆◆◆◆

Ketika sudah sampai kantor, jantung Lula langsung berdetak kencang. Entah bagaimana sikap para karyawan yang berpapasan dengannya, apalagi setelah kejadian-kejadian kemarin. Susah payah Lula menormalkan jantungnya dengan menghela napas dalam-dalam.

Akhirnya Lula memutuskan untuk diam di lobi dulu dan duduk menenangkan jantungnya. Daripada nanti makin kenceng detaknya, bisa-bisa jantungan. Lula menggeleng berdoa agar jauh-jauh dari penyakit itu. Lobi tampak sepi karena masih pagi, resepsionis yang biasa sudah magang ditempatnya juga belum datang.

Syukurlah! Dalam hati Lula.

"Lho, mbak Lula ngapain disitu?"

Tiba-tiba tanpa sepengetahuan, Anita datang dengan tatapan bingung. Lula langsung waspada. Tanpa disangka Anita duduk disebelahnya.

"Kenapa gak kedalem aja, mbak? Terus kok tumben pagi-pagi udah datang?" tanya Anita penasaran.

Lula semakin jengkel dibuatnya. "Apa masalahnya buat, mbak?" ucap Lula ketus.

Anita terkekeh, "Kok masalah sih, mbak. Saya kan cuma tanya, sensitif sekali mbak Lula nya. Apa jangan-jangan kamu lagi hamil ya?"

Ditempatnya Lula tampak menegang. Anita sudah tau, dan itu artinya apa semua orang-orang kantor juga tau?

"Bukan urusan, mbak!" ucapnya dan langsung melengos masuk kedalam lift.

Anita yang sedari tadi--bukan tadi lagi sih, dari Lula baru aja datang--memperhatikan Lula dan sengaja Anita diam dulu dimobilnya. Lula bertingkah aneh setelah kejadian yang menimpanya kemarin. Dari sorotnya, Lula seperti sangat ketakutan dan sedih. Apalagi pas pertemuan pertamanya dengan Lula, tampaknya Lula tidak menyukai dirinya.

The Best MommyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang