Bulan terlihat hanya separuh malam ini. Ia menggantung resah di langit dan di sekitarnya terdapat beberapa gumpalan awan berwarna putih. Tapi, ia tak sendirian di sana. Ada sebuah bintang yang turut menemaninya di langit malam yang sunyi.
Sementara itu Anne dan Ben duduk berdampingan di bangku taman yang berada di sebelah rumah Anne, berteman bunga-bunga mawar yang bermekaran. Masih tanpa kata. Masing-masing hanya menatap langit malam dan sibuk dengan pemikirannya sendiri-sendiri. Perbincangan dari ruang tamu sama sekali tak mengusik keasyikan mereka bercengkerama dengan kebisuan. Meski sesekali Papa Ben dan Ayah Anne tertawa cukup keras, tapi tak mampu mengundang nurani Ben untuk masuk dan ikut bergabung. Cowok itu memilih berada di dekat Anne walaupun masih belum ada perbincangan yang keluar dari bibir gadis itu.
"Kenapa menunda pernikahan kita?"
Ben menoleh mendengar pertanyaan yang terlontar dari bibir Anne. Setelah sekian menit membisu, akhirnya gadis itu bersuara juga. Tak sia-sia Ben menunggu. Cowok itu menemukan wajah Anne yang masih tekun tengadah ke langit. Sepertinya penampakan bulan malam ini lebih menarik ketimbang wajah tampan Ben. Sesaat tadi Ben mengajukan pendapat di depan keluarga mereka untuk sedikit menunda pernikahannya dengan Anne. Ia hanya bilang butuh waktu untuk mengurus pekerjaan.
"Kenapa? Kamu ingin cepat menikah denganku?" Ben mengembangkan senyum. Setengah menggoda gadis itu.
"Bukan!" tukas Anne cepat. Wajahnya langsung berubah merah saat menatap Ben.
"Lalu?"
"Nggak pa pa sih, aku cuma ingin tahu aja." Tampak sekali jika gadis itu gugup dan alasannya dibuat-buat.
Ben mendesah berat dan kembali memandang wajah bulan yang menggantung di langit sembari menyusun kalimat untuk dilontarkan pada Anne.
"Aku hanya ingin menikah dengan orang yang benar-benar mencintaiku, Ne. Bukan karena alasan lain," ucap Ben usai menemukan kalimat yang tepat. Mungkin untuk menyindir gadis itu. Harusnya Ben menambahkan kalimat, aku nggak mau dijadikan tempat pelarianmu. Tapi cowok itu urung melakukannya. Kalimat itu bisa melukai perasaan Anne dan membuat renggang hubungan keduanya. "Aku nggak mau saat dia bersamaku, dia memikirkan orang lain," tandas Ben akhirnya. Jelas-jelas ditujukan untuk Anne.
Anne benar-benar tersudut oleh kalimat Ben. Ia tahu cowok itu sedang menyindirnya habis-habisan. Tapi alasan Ben cukup masuk akal dan Anne tak bisa menyalahkannya.
"Sesungguhnya aku takut untuk jatuh cinta, Ben." Anne menerawangkan pandangannya kembali ke atas, seolah-olah sedang berbicara dengan langit. Karena ia tak punya cukup nyali untuk menatap ke dalam sepasang mata Ben yang begitu memikat malam ini. "Aku takut terluka lagi setelah benar-benar jatuh cinta. Karena itu sangat menyesakkan, Ben."
Ben mengerti apa yang dipikirkan gadis itu. Ia tak bisa menyalahkan Anne yang masih terperangkap dalam trauma masa lalunya. Setiap orang punya ketakutan sendiri-sendiri, tapi Anne tak cukup bisa menghadapi ketakutan itu. Ia terkalahkan oleh ketakutannya sendiri.
"Apa kamu menyukaiku?" tanya Ben penasaran. Sejak tadi ia bisa membaca keraguan bersarang di dalam kedua telaga sayu milik Anne. Tapi ia belum berani mengartikannya.
Dan kabar mengejutkannya adalah Anne mengangguk meski tak begitu kentara.
"Aku mulai menyukaimu, Ben." Suara gadis itu lirih, namun telinga Ben bisa menangkapnya dengan sangat baik.
Tapi cowok itu malah terbahak cukup keras usai mendengar pengakuan Anne.
"Kamu sedang bohong, kan? Tapi sayangnya aku udah tahu kebohonganmu, Ne."
"Ben!" Anne mencebik kesal. Padahal tadi ia bicara serius, tapi Ben malah menganggapnya sebagai gurauan belaka. "Aku nggak bohong, Ben."
Tiba-tiba saja Anne mendekatkan wajahnya pada Ben di saat cowok itu masih menyunggingkan senyum tipis di bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjodohan Romantis#
RandomSetelah kepulangannya ke Indonesia, Ben dijodohkan dengan Anne, putri salah satu sahabat Papa Ben. Cinta tidak datang begitu saja pada Ben. Tapi begitu melihat begitu banyak hal misterius pada diri Anne, Ben mulai tertarik dengan gadis itu. Dan suat...