Chapter 19

9.9K 129 11
                                    

"Ben!"

Seketika Ben menoleh ke arah pintu kamar begitu mendengar suara Mamanya memanggil. Cowok itu mendengus pelan. Ia baru saja keluar dari kamar mandi dan hanya mengenakan selembar handuk untuk menutupi bagian bawah tubuhnya. Kenapa Mama mesti masuk di saat ia dalam keadaan seperti ini? sesalnya.

"Kenapa tiba-tiba masuk sih, Ma? Gimana tadi kalau Ben nggak pakai apa-apa?"

"Ada Anne di ruang tamu," beritahu Mama Ben mengabaikan protes putra tunggalnya. Raut wajahnya serius seolah ada masalah besar yang hendak menimpa keluarganya.

"Anne?!" Ben memekik histeris. Rasa kaget dan senang seketika bercampur di dalam hatinya. Apa gadis itu terlalu merindukan dirinya sampai-sampai datang mengunjungi Ben sepagi ini? "Kalau gitu Ben ganti pakaian dulu, Ma," ucap cowok itu bergegas melangkah ke arah lemari pakaian.

"Jangan lama-lama, Ben."

Ben tak menyahut karena ia sudah menyibukkan diri sendiri dengan sekian banyak kemeja polos yang menggantung di dalam lemari pakaiannya sesaat kemudian. Tetapi tiba-tiba saja ia merasa bingung harus memakai kemeja mana hari ini. Padahal ada begitu banyak pilihan di dalam sana, namun pikiran tentang Anne berhasil mengacaukan segalanya. Kira-kira apa warna kesukaan Anne? Ben lupa bertanya pada gadis itu.

Setelah beberapa menit lamanya, akhirnya Ben menentukan pilihan meski sempat terjebak dalam dilema antara warna putih atau biru langit. Cowok itu memutuskan untuk mengambil kemeja putih dari dalam lemari sesuai kata hatinya. Ia menyukai warna putih dan sembari mengenakan kemeja itu, Ben berdoa semoga Anne juga menyukai pilihannya. Tapi jika dipikir-pikir, kemeja apapun akan terlihat bagus kalau Ben yang memakainya. Karena selain dikaruniai wajah tampan, ia juga memiliki tubuh yang atletis.

Bunyi derit pintu kamar Ben yang terdengar sejurus kemudian seketika mengundang kepala cowok itu untuk menoleh. Dan tampaklah sosok tubuh Anne berdiri kaku di ambang pintu, padahal Ben sempat mengira jika Mamanya kembali untuk mengingatkan agar tak membiarkan gadis itu menunggu terlalu lama.

Ben terdiam menatap seraut wajah pucat gadis itu. Ada berpuluh-puluh pertanyaan yang tiba-tiba menyerbu kepalanya. Firasatnya mendadak buruk ketika melihat ekspresi wajah Anne.

"Anne?"

Gadis itu melangkah menghampiri tempat Ben berdiri mematung di depan lemari pakaiannya. Untungnya ia sudah mengenakan pakaian lengkap ketika Anne mendadak membuka pintu kamar Ben tadi. Kalau tidak ... Ben tidak bisa membayangkan betapa malu dirinya di depan gadis itu. Yah, meski mereka akan menikah dalam waktu dekat, tetap saja Ben tidak bisa mengumbar penampilan di depan gadis itu sekarang. Apa kata Anne nanti kalau ia disuguhi penampilan semacam itu?

Ah, pikiran Ben mengembara terlalu jauh.

"Ada apa?"

"Ben ...."

Tiba-tiba saja gadis itu menghambur ke dalam pelukan Ben. Membuat cowok itu keheranan dan menciptakan begitu banyak kerutan di keningnya. Ia syok dengan perlakuan Anne, tapi tak bisa berbuat apa-apa kecuali balas merengkuh tubuh rapuh gadisnya. Ada apa dengan Anne?

Ben tak ingin bertanya untuk saat ini. Ia hanya membiarkan tangis Anne yang tiba-tiba pecah dan air matanya berjatuhan membasahi kemeja putih kesayangan Ben.

Wanita selalu butuh waktu untuk melampiaskan segenap kegundahannya dan mereka akan bicara jika saatnya telah tiba. Ben hanya bisa menunggu sampai saat itu tiba. Karena wanita itu rapuh dan mereka butuh sandaran. Seperti kata Yongki.

°°°

Seraut wajah pucat dan menyimpan sejuta cerita itu setengah tertunduk ketika Ben mencoba menelusurinya dengan pandangan penuh tanda tanya. Namun cowok itu masih menunggu dalam diam dan memberi waktu sedikit lagi bagi Anne sebelum ia benar-benar siap untuk membagi kisah yang mengendap di dalam hatinya.

Perjodohan Romantis# Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang