Semuanya sedang menikmati makan malam bersama dengan hening, hanya tercipta suara tubrukan sendok dan garpu. Entah hanya perasaanku saja atau memang benar. Aku melihat Papa melirik ke arah Om Rino seperti mengode sesuatu. Ada yang tidak beres.
"Kita setuju!"
Hah?!
Tiba-tiba Papa dan Om Rino berkata dengan sama. Mama dan Tante Nita juga senyam-senyum. Si kembar? Jangan di tanya mereka gak bakal ngerti. Hanya aku dan Kak Brian yang menganga.
"Ap-apa maksud kalian?" kini aku berusaha menanyakannya.
"Menjodohkan Venus dengan Brian."
Treng...
"Uhukk Uhuuk."Aku terbatuk mendengar penuturan Papa yang singkat sedangkan Kak Brian menjatuhkan sendok yang sedari tadi dia pegang.
"Dan pernikahan kalian akan dilaksanakan secepatnya." ucap Om Rino.
"Gak! Aku gak mau! Aku baru tujuh belas tahun kemarin, baru dapet KTP sama SIM masa udah dapet kartu keluarga lagi. Gak! pokoknya aku gak mau." ucapku. Gue mau, apalagi calon suaminya Kak Brian, tapi Kak Briannya?
"Tapi sayangnya kita gak minta persetujuan kalian." ucap Tante Nita membuatku melongo. Siapa sih yang mau dinikahin kok ribet banget ya.
"Iya, Ven, Brian. Bantu kami buat melaksanakan janji waktu kami kuliah. Kalian tau sendirikan janji itu harus di tepati?"
"Ya, tapi 'kan. Gak harus aku yang jadi tumbalnya."
"Tapi kamu 'kan tau sendiri. Kamu anak Papa satu-satunya."
"Tapi Pa-"
"Pa, Ma, Om, Tante. Saya mau izin, mau ngomong sama Venus." Kak Brian berdiri dari tempat duduknya dan menarik tanganku ke taman belakang. Taman ini cuma ada satu pohon besar, disitu ada ayunan yang dibuat Papa waktu aku masih kecil.
Aku duduk di atas ayunan sedangkan Kak Brian menyender pada pohon. Kami masih menikmati suasana malam hingga akhirnya Kak Brian membuka suara.
"Kenapa lo nolak perjodohan ini."
"Karna gue, emang gak mau nikah dulu, kita masih SMA, masih punya masa depan yang cerah." tuturku. "Lagian kita gak kenal satu sama lain, gimana kita bisa bersatu."
"Tapi, kita bisa 'kan kenalan setelah menikah?"
"Bukannya itu kebalik, seharusnya kenalan dulu baru nikah."
"Lo gak mau nikah sama gue?"
"Bu-bukan kayak gitu. Tap-"
"Bukan? Berarti lo mau nikah sama gue." Kak Brian berdiri tepat di depanku, kini Ia berlutut menggengam tanganku. Aku menatapnya Aneh.
"Kalau ini adalah permintaan terakhir orang tua kita. Apa kita harus nolak?"
"Ke-kenapa terakhir?"
"Bokap gue, kalau bokap gue gak sakit-sakitan gue juga bakal nolak perjodohan ini."
"Om Rino, Om Rino kenapa?"
"Kemaren gue liat, bokap gue batuk-batuk."
"Batuk? Batuk biasa?"
"Gak, batuknya berdarah."
"Hah?!"
"Makanya gue mohon sama lo. Lo mau ya nikah sama gue?"
Kenapa ngeliat mata sendunya aku ngerasa kasian. Kasian Kak Brian. Aku mengangguk lemah. Tapi tak ada senyuman yang tercipta. Apa dia bakal nyesel nikah sama aku?
"Ya udah, kita masuk dingin." tanganku masih digenggamnya.
Masuk kedalam rumah, mereka menyambutku dan Kak Brian dengan senyum.
"Kita bersedia buat nikah." ucap Kak Brian dengan lantang. Semuanya tepuk tangan bahagia. Mama dengan Tante Nita berpelukan sedangkan Papa dengan Om Rino hanya terus-menerus mengucap syukur.
Tante Nita menghampiriku, memberi sebuah pelukan, untukku. "Makasih ya Venus."
"Iya, sama-sama Tante."
"Eh, calon mertua kok masih bilang Tante, bilang Bunda dong."
"Iya, Bunda."
Mereka tersenyum, aku bahagia. Tapi, aku lirik Kak Brian tak ada sama sekali kebahagiaan di wajahnya.
Apa pernikahan ini bertahan lama?
Apa dia akan bahagia dengaku?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ice Husband! [Revisi]
RomanceFollow terlebih dahulu👆👆 Coba baca Sinopsisnya dulu👇👇👇 [WARNING TYPO] MY ICE HUSBAND Aku, Venus Arein. Kisah hidupku yang rumit. Setelah atau sebelum aku menikah dengan seorang pria yang tak pernah aku bayangkan. Dia adalah Brian Pratama, salah...