0.7

14.6K 554 4
                                    

Ting Nong Ting Nong

"Aduh, siapa sih pagi-pagi begini udah ganggu aja."

Ting Nong Ting Nong

Aku harap rumah ini sekarang mati lampu, biar belnya berhenti.

Ting Nong Ting Nong

"Arrrrgghhh." dengan malas aku turun dari ranjangku. Tak peduli dengan piyama kartunku yang masih ku pakai dan rambut yang belum disisir sama sekali. Hari ini hari libur, jadi aku ingin sedikit menambah jam tidurku.

Ceklek.

Aku masih setengah sadar, dengan gaya santai aku bersender di ambang pintu sambil memejamkan mataku sesekali aku menguap.

"Kenapa belum siap-siap?" suara bariton yang aku kenal, saat aku membukakan mata, Kak Brian.

"Eh, Kak Brian." aku menggaruk tengkukku pura-pura tak tahu. "Kenapa harus siap-siap?"

Pasti Kak Brian Ifeel liat keadaanku saat ini. Lagian suruh siapa datang pagi-pagi kesini, udah tau jadwal bangun hari libur kan jam sembilan.

"Emang nyokap lo gak ngasih tau? Kalau kita harus pergi ke butik?"

"Kenapa harus kita-eh maksudnya gue?"

"Emangnya mau siapa lagi?"

"Lo aja sama nyokap gue. Males gue, ini hari minggu, hari gue molor lagi."

Bahasaku telah berubah, walau aku tau itu gak sopan tapi aku udah benci sama dia. Ini termasuk rencanaku yang telah dipikirkan secara matang-matang.

"Yang mau nikah itu lo sama gue, kenapa jadi nyokap lo!"

"Ya udah, gue pinginnya tau beres aja, gue gak mau ribet, apalagi sama lo." aku menatapnya sinis.

"Terserah lo!"

"Lo batalin aja deh, pernikahannya. Buang waktu gue tau gak?"

"Gue gak bisa."

"Lo pasti bisa. Nikah itu bukan main-main. Nikah itu cuma sekali. Dan seharusnya di landasi dan didasari cinta. Lo gak nyadar apa, kita itu gak saling mencintai, gimana bisa kita mertahanin pernikahan ini. Sulit Kak, susah. Gak akan bisa. Gue paling benci kata putus apalagi cerai. Mending lo batalin semua ini sebelum lo menyesal. Gue tau, gue gak bisa nempati atau gantiin dengan nama gue di hati lo. Mungkin, hati lo saat ini ada nama seseorang. Ada atau gak ada pun. Gue gak mau. Karna gue, nama gue gak akan pernah ada di hati lo!" ucap bijakku menggebu-gebu.

"Gue ingin, tapi gue gak bisa." Aku memejamkan mata. Begitu sakit menikah dengan orang yang sama sekali tidak mencintaiku. Aku mang menyukainya tapi aku juga sama sekali tidak mencitainya. Aku menghembuskan nafas kasar.

"Terus sekarang gimana?"

Dia terus menatapku dingin. "Lanjutkan. Lanjutkan pernikahan ini."

"Oke, tapi setelah pernikahan ini. Gue ingin bebas. Lo juga bebas. Lo mau pacaran sama siapun itu, gue terima, gue juga sebaliknya. Dan yang tau pernikahan ini cuma Indah sama Kak Billy." Kak Brian sempat mengerutkan dahi beberapa saat tapi setelah itu dia menormalkan lagi ekspresinya.

"Oke, gue bakal berusaha buat gak pacaran dan mungkin Daffa sama Dion tau tentang pernikahan kita."

"Serah lo!"

"Jadi, sekarang lo bisa pergi."

"Ngapain?"

"Fitting baju buat izab qobul plus resepsi."

"Tunggu bentar. Masuk dulu."

Kak Brian duduk di ruang tamu dan aku bersiap-siap ke kamarku.

Setelah selesai, aku menghampiri Kak Brian. Kak Brian sedikit terkejut dengan penampilanku. Kaos yang di masukan ke celana jins panjang berhuruf 'V' dan kemeja yang diikat di pinggangku. Kulihat Kak Brian menghembuskan nafasnya.

"Yok pergi!"

***

Sebuah butik yang berisi gaun-gaun indah. Mataku menyapu setiap gaun yang di pajang di sini. Bermacam model dan warna bertebaran disini. Butik ini milik Tantenya Kak Brian. Ini sungguh indah.

"Arin!"

My Ice Husband! [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang