1.1

15K 579 1
                                    

Aku menuruni anak tangga, di ruang tamu terdapat Mama, Papa, dan Kak Brian. Mereka yang baru menyadari keberadaanku lalu menyuruh ku duduk di samping Brian.

"Kenapa Ma?"

"Jadi kalian mau pindah ke apartement." aku mengangguk memang aku sudah diberi tau oleh Kak Brian sebelumnya.

"Baik, Papa izinkan jika kalian memang ingin mandiri. Kapan kalian pindah?"

"Mungkin, besok Pa!"

"Oke, kalian lebih baik beres-beres dulu."

"Iya, Pa. Ayo Ven."

Aku mengikuti Kak Brian ke kamar. Di kamar dia mulai mengeluarkan koper besar, dan memasukan semua bajunya dan bajuku ke dalam koper.

"Bajunya jangan di bawa semua!"

"Kenapa?"

"Nanti kalau mau kesini ribet harus bawa baju lagi."

"Oh iya."

Dia memilih baju-baju yang akan di bawa. "Lo bisa beresin daleman lo kan? Atau mau gue-"

"Biar sama gue." Gawat!! Muka gue udah merah.

Aku membereskan semua pakaian 'itu' lalu memasukkannya ke dalam totebag. Lalu memasukkannya kembali ke dalam koper. Aku melirik Kak Brian yang juga melakukan hal yang sama sepertiku.

Setelah semua selesai aku merebahkan diri ke kasur dan diikuti Kak Brian. Lama-kelamaan kantuk mulai menyerangku dan memasukkanya ke dalam dunia mimpi.

***

Keesokkan harinya, aku sudah bersiap-siap untuk pindah ke apartement Kak Brian. Apartement itu adalah hadiah untuk pernikahan kita. Koper dan kardus sudah tertata di bagasi mobilku. Aku memutuskan membawa mobil ke apartement dan Kak Brian pun membawa motornya ke apartement.

Kak Brian telah memberi alamat apartementnya, jadi aku tinggal pergi kesana bersama mobil putihku.

Sesampainya disana aku menelfon Kak Brian memberitau kalau aku sudah sampai. Tak lama kemudian Kak Brian datang bersama dua orang pria yang kemungkinan itu Kak Daffa dan Kak Dion.

Aku keluar dari mobilku melihat mereka yang mulai membawa barang-barang ke kamar apartement. Aku hanya membawa tas-tas kecil sedangkan Kak Brian mengambil koper, dan kedua temannya membawa kardus. Aku mengekori mereka sampai tiba di kamar No.207. Di dalamnya terdapat 3 kamar dengan kamar mandi di masing-masing kamar, dapur dan ruang tamu yang lumayan besar.

"Kamar lo disana dan kamar gue sebelahnya."

"Oh, oke."

Aku membawa koperku masuk ke kamar yang ditunjuk Kak Brian tadi. Aku membereskan kamarku sebersih-bersihnya. Aku tau, kenapa Kak Brian tak memakai kamar utama karna kita masih SMA, takut terjadi sesuatu walau kami sudah sah.

Aku keluar dari lamar lagi dan disana hanya ada Kak Daffa dan Kak Dion. Aku sampai lupa kalau disini ada tamu. "Kak Daffa, Kak Dion mau minum apa?"

"Ga usah Ven, kita bentar lagi juga mau pulang."

"Oh."

"Ya udah, kita pulang dulu yah."

"Ah, iya Kak, hati-hati di jalan."

"Iya, Ven. Lo juga hati-hati."

"Hati-hati Buat apa?"

"Hati-hati sama Brian, dia terlalu ganas."

Ganas? Ganas nanas? Apaan sih mereka, geje.

Setelah Kak Daffa dan Kak Dion pulang, aku santai-santai sambil menyalakan tv.

"Daffa sama Dion udah pulang?"

"Udah."

Kak Brian duduk di sampingku. Hanya suara tv yang menyelimuti kita. Akhirnya aku membuka suara untuk memecahkan kecanggungan.

"Kak."

"Hmmm."

Masih saja, kalau manggil jawabnya Hmmm. Gak ada kata apa atau iya gitu?

"Saat ini, tahun ini, bulan ini, tanggal ini, jam ini, menit ini dan detik ini. Apa Kak Brian suka sama seseorang?"

Hening...



Hening...













"Mungkin."

Tbc.

Jangan lupa Vote★★★

My Ice Husband! [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang