26. Arak Wangi

1.7K 29 1
                                    

Dari atas lereng gunung, Gin Liong dapat melihat dibawah kaki gunung sebelah selatan terdapat sebuah kota.

"Cici, disebelah depan kemungkinan kota Hok san-shia" katanya kepada Li Kun.

Tio Li Kun mengiakan dan segera mengajak rombongannya menuruni gunung menuju ke kota itu. Tak berapa lama mereka tiba di jalan besar yang tiba di kota Hok-san-shia.

Jalan sepi orang sehingga dengan leluasa mereka dapat mencongklangkan kudanya, Tak berapa lama gedung2 bertingkat dari kota Hok-san-shia mulai tampak,

Tiba2 dari arah muka tampak dua penunggang kuda mencongklang pesat, menimbulkan ke-puI debu yang tebal sehingga sukar diketahui wajah mereka,

Gin Liong dan rombongannya dengan cepat dapat mengejar kedua penunggang itu. Rupanya kedua penunggang itu tahu kalau di belakangnya akan dilanggar oleh rombongan penunggang kuda maka mereka berdua segera menyisih ke tepi jalan.

Saat itu Gin Liong sempat memperhatikan wajah mereka, yang naik kuda bulu kuning, seorang wanita berumur 27 - 28 tahun, Mengenakan pakaian ringkas dari kaum persilatan punggung menyanggul sebatang pedang, sepasang mata yang dipayungi oleh alis yang melengkung indah makin menonjolkan kecantikan wajahnya yang berpotongan bulat telur dan berbedak tipis.

Sedang yang naik kuda kembang, seorang yang dandanannya seperti sastrawan, berumur sekitar 35-an tahun, rambut lebat alis tebal dan wajah cakap, Mencekal cemeti kuda yang bertabur mutiara, sikapnya gagah.

Sasterawan dan wanita muda itu menarik kendali kuda dan berpaling. Gin Liong menduga keduanya tentu sepasang suami isteri.

Ketika rombongan Gin Liong lewat di sisi mereka, tiba2 kedua penunggang kuda itu berteriak kaget: "Nona Kun, Nona Kun !"

Tio Li Kun terkejut dan cepat hentikan kudanya, demikian pula Gin Liong dan Yok Lan. Sasterawan dan wanita muda itu segera menghampiri.

Saat itu Li Kun baru mengetahui bahwa ke dua penunggang kuda itu bukan laia adalah Hut-soh-su-Seng atau Sasterawan-tali-terbang Suma Tiong dan isterinya Lok Siu Ing.

"Nona Kun, mengapa liok-saycu dan nona itu ?" melihat Tek Cun dan Lan Hwa. Suma Tiong segera menegur cemas.

"Terluka . ." sahut Li Kun tersenyum. Lok Siu Ing kerutkan dahi serunya:

"Kalian tak boleh melanjutkan perjalanan dan harus lekas2 singgah di desa untuk berobat. Desa kami tak jauh dari sini." ia menunjuk ke sebelah timur.

Lebih kurang lima li jauhnya, tampak gerumbul pohon yang menggunduk hitam.

"Ah, harap nona jangan berkata begitu. Kalau tempo hari tak mendapat bantuan dan engkoh nona, kami berdua suami-isteri tentu sudah mati ditangan musuh." kata Suma Tiong. 

Sejenak memandang kemuka dan belakang, ia segera meminta Li Kun. "Harap nona suka ikut ke desa kami dulu baru nanti bicara lagi."

Hutan pohon liu itu merupakan kampung kediaman Suma Tiong, Rumah2 sudah menyalakan lampu. Suma Tiong langsung menuju ke sebuah gedung yang berpintu hitam dan diterangi oleh empat buah lentera besar. Beberapa orang tampak bermunculan keluar untuk menyambut kedatangan rombongan Gin Liong.

Suma Tiong segera mengajak rombongan tetamunya masuk ke ruang besar dan isterinya segera memerintahkan bujang untuk menyiapkan kamar2. Demikian dengan sibuk dan akrab kedua suami isteri itu menyambut rombongan tetamunya dan menempatkan Tek Cun serta Lan Hwa masing di sebuah kamar terpisah, setelah itu mereka sibuk menjamu rombongan tetamu dengan hidangan yang lezat dan arak wangi.

Dalam kesempatan itu mereka menjelaskan tentang hal ihwal Tek Cun dan Lan Hwa sampai menderita luka. Pun tentang orang tua aneh pemilik kaca wasiat juga dibicarakan.

Pedang Tanduk Naga - Sin LiongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang