2. Laksana Hantu

3.3K 43 0
                                    

Imam itu mengenakan jubah warna merah. Umurnya lebih kurang 50-an tahun. Matanya kecil bundar, alis jarang. Sedang rambut dan jenggotnya sudah bersemu putih. sepintas memberi kesan bahwa dia tentu bukan bangsa imam yang baik.

Ma Toa-kong bergelar Kim-piau atau Piau-emas dari partai Tiam-jong-pay mengenakan pakaian ringkas kaum persilatan dari sutera hitam, memelihara jenggot pendek. Daun telinganya yang kiri sudah hilang.

Berjalan dibelakang kedua paderi jahat itu, wajah Ma Toa-kong memancar kemarahan. Sebentar memandang ke kanan, sebentar ke kiri seperti orang yang hendak menyelidiki dan kuatir mendapat serangan gelap.

Setelah dua paderi, seorang tokoh biasa dan seorang imam maka masih ada pula It Ceng tojin, paderi dari Kong-tong-pay, Tali-terbang Ui Ke Siang dari Ciong-lam-pay dan Golok-seriti Tio Im Beng dari perguruan Lo-san.

Liau Ceng taysu yang bergegas menyambut itu, walaupun agak kecewa setelah mengetahui siapa ketujuh pendatang itu, namun sebagai tuan rumah ia tetap bersikap ramah.

"Omitohud," serunya seraya memberi hormat, "maafkan pinceng karena tak cepat menyambut kedatangan toyu sekalian."

Bu Tim cinjin ketua dari biara Sam-ceng-kwan tertawa panjang lalu mendahului berkata:

"Adalah kami yang seharusnya minta maaf kepada taysu karena telah masuk kedalam kuil ini dengan terburu-buru sekali," serunya.

Liau Ceng taysu tertawa lebar.

"Sehabis melakukan perjalanan jauh, toyu sekalian tentu lelah, Diluar turun badai salju, silahkan masuk kedalam kuil kami."

"Badai salju telah mengacaukan cuaca sehingga tak dapat mengetahui jam." kata Piau-emas Ma Tay Kong, "saat ini kemungkinan sudah lewat tengah hari. Tiga perempat jam lagi, tentulah Ban Hong liong-li, harus melaksanakan perjanjiannya."

Ia hentikan kata-katanya untuk menyelidiki wajah Liau Ceng taysu yang mulai berobah pucat.

"Sebaiknya Liau Ceng taysu segera mengundang Ban Hong liongli untuk keluar dari gua pertapaannya agar semua urusan yang lalu dapat selesai hari ini juga." kata Ma Toa Kong pula.

Liau Ceng taysu segera menyahut:

"Maksud pinceng, hendak mohon toyu sekalian duduk didalam ruang dulu untuk merundingkan bagaimana cara memutuskan persoalan Ban Hong liongli...."

Ok-wi-tho Go Ceng yang bermata bundar, alis tebal dan mulut lebar, cepat deliki mata dan mendengus geram:

"Kiongcu Hun. mengapa engkau begitu banyak rewel? Suruh wanita hina Ban Hong liongli itu keluar agar dapat kuremukkan kepalanya dengan pentungku ini. Tak perlu banyak membuang waktu!"

Bluk!... dia gentakkan alu Hang-mo-ngo yang beratnya seratus kati itu ke lantai. Lantai hancur bertebaran keempat penjuru.

Melihat tingkah laku yang liar dari paderi jahat itu, Gin Liong tak kuat menahan kemarahannya lagi, serentak ia terus hendak menerobos keluar....

Untunglah saat itu Liau Ceng taysu menyebut omitohud dengan pelahan lalu berkata:

"Sejak mensucikan diri dibawah telapak sang Buddha, pinceng sudah tak memakai nama pinceng yang dulu. Harap Go Ceng sianyu suka menyebut pinceng dengan nama Liau Ceng saja, peristiwa yang dulu, janganlah dibangkitkan lagi."

Hiong~bi-lek si paderi Bi-lek yang buas, tertawa mengekeh lalu berseru mengejek:

"Siapa yang mengurus soal namamu dahulu ataupun namamu yang sekarang? Rasanya tiada seorangpun yang hendak mengadakan hubungan dengan engkau Kiongcu Hun."

Habis berkata dia menengadahkan kepalanya yang besar dan matanya yang kecil seperti mata tikus memandang ke cakrawala lalu mendengus geram.

"Kiongcu Hun," serunya, "sudahlah, jangan banyak bicara yang tak berguna. Kami pun tak perlu minum hidangan tehmu, Lekas engkau bawa keluar Ban Hong liongli dari gua pertapaannya. Habis kubelah tubuh wanita hina itu, kamipun segera hendak pulang."

Pedang Tanduk Naga - Sin LiongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang