44. Menjadi Rahib (TAMAT)

2.4K 36 7
                                    

Gin Liong cepat membuka dan membacanya:

Adik Liong,

Rupanya adik Yok Lan memang benar, terus terang aku memang mencintaimu tetapi kini aku sadar bahwa cinta itu tidak boleh bersifat egois, jika engkau dapat melepaskan adik Lan yang telah dipesan mendiang suhumu, mengapa tak dapat melepaskan diriku? Bunga gugur mempunyai arti tetapi air mengalir tiada tujuan artinya, akupun harus tahu diri, kudoakan engkau hidup bahagia dengan nona Li Kun sampai di hari tua.

Aku yang pernah singgah dalam kenangan hatimu:

Lan Hwa

Habis membaca pandang mata Gin Liong terasa ber-kunang2, kepalanya pening, Bumi yang dipijaknya serasa amblas. Tubuhnya ter-huyung2 hendak rubuh. untunglah Hok To Beng cepat menyambarnya.

"Mengapa engkau, siauheng?" tegur jago tua itu.

Gin Liong ngelumpruk duduk ditanah dan menyerahkan surat kepada Hok To Beng, Setelah membaca tampak Hok To Beng kernyitkan alis.

"Mengapa?" tegur Hong-tiau-soh.

"Celaka, sumoay kita terluka." seru Hok To Beng

"Siapa yang mencelakai?" Hong-tiau-soh lalu memandang kearah Gin Liong dan menegur, "he apakah engkau yang telah mencelakai sumaoy-ku?"

Habis berkata ia terus menghantam. Memang Kakek Gila itu terlalu aneh wataknya dan sayang sekali kepada Mo Lan Hwa. Mendengar sumoay-nya terluka ia menduga tentulah Gin Liong yang mencelakai. Maka tanpa banyak urus, ia terus menghantam.

Hok To Beng terkejut ia hendak mencegah tetapi tak keburu lagi. Bluk!, dada Gin Liong termakan pukuian. Rupanya pemuda itu tak mau menangkis atau menghindar dan seolah menyerahkan diri. ia terpental beberapa langkah lalu muntah darah.,,

"Gila!" bentak Hok To Beng seraya loncat menolong Gin Liong, "engkau memang kakek gila Mengapa engkau memukulnya?"

"Dia melukai sumoay."

"Siapa bilang?" bentak Hok To Beng, "aku hanya mengatakan sumoay kita terluka tapi bukan terluka tubuhnya melainkan terluka hatinya.

"Ah . . ." seru Hong-tiau-soh seraya bergopoh menghampiri Gin Liong, "maafkan aku, siau-heng."

"Hong jiko tak bersalah." kata Gin Liong, "memang aku sudah tak ingin hidup di dunia lagi, Aku banyak berhutang dosa kepada orang sehingga membikin patah hati mereka."

"Liong-ji!" tiba2 nyonyah Tio tua berseru, "jangan engkau berkata begitu, Bagaimana pertanggung jawabmu terhadap Li Kun?"

Tanpa menunggu penyebutan Gin Liong, nyonya Tio Tua membentak kepada Hong-tia-soh: "He kakek gila, kalau Liong-ji sampai kena apa2 jangan engkau tanya dosa, tentu aku akan mengadu jiwa dengan engkau."

Nyonyah Tio tua tahu bahwa Swat-san Sam-yu itu termasuk tokoh persilatan yang diagungkan kesaktiannya, Tetapi ia tak gentar.

"Aku tak mengerti duduk perkaranya." bantah Hong-tiau-soh maka aku telah kesalahan tangan untuk itu aku sudah meminta maaf dan bersedia untuk menolong jiwanya, Tetapi eh. mengapa engkau begitu garang sekali? Andaikata aku tak merasa bersalah, kata2mu itu cukup menjawdi alasan untuk menggerakkan tanganku menghajar mulutmu yang lancang itu."

Karena sudah terlanjur berkata keras nyonya Tio tua pun tak mau mundur. Jawabnya: "Hm kudengar Swat-san Sam-yu diagungkan sebagai dewa persilatan. Tetapi aku si nenek tua Tio, takkan mundur menghadapi mereka . ."

"Ha, ha, nyonya tua, engkau hendak menantang aku?" seru Hong-tiau-soh.

"Aku tak menantang tetapi aku tak gentar apabila harus mempertahankan kehormatanku terhadap orang yang menghina aku."

Pedang Tanduk Naga - Sin LiongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang