43. Sepucuk Surat

1.4K 25 0
                                    

Gin Liong tahu bahwa yang akan dikatakan si jelita itu tentu buah dari hubungan mereka tempo hari.

"Taci Kun, apakah . . . engkau sudah memberitahu hal itu kepada mamah?" tanya Gin Liong.

"Masakan aku berani bilang? Kalau mau bilang, engkau yang wajib bilang."

"Tetapi bagaimana aku dapat membuka mulut?" Gin Liong tersipu-sipu merah mukanya.

"Kalau engkau malu, masakan aku tidak?"

"Tetapi engkau dapat mengatakan kepada kelima ensoh, karena kalian... Kalian sama2 kaum wanita, apalagi hubungan diantara ipar sendiri..."

"Aku tak peduli," kata Li Kun, "pokok aku sudah menjadi orangmu, terserah saja engkau hendak mengapakan diriku, Kalau tak dapat hidup bersama, lebih baik aku mati!"

Berkata sampai disitu air mata Li Kun ber-derai2 membasahi pipinya.

Gin Liong tergopoh menghiburnya: "Taci Kun mengapa engkau berkata begitu? Aku bukan seorang lelaki yang rendah budi, Apalagi kita sudah . . . mempunyai . . hubungan darah, walaupun tak dapat hidup bersama tetapi kita akan mati seliang, inilah janjiku."

"Liong . .." cepat Li Kun menukas, "ucapanmu itu akan menjadi pedoman hidupku!"

Aku . .." belum selesai berkata tiba2 Gin Liong terbeliak, mendorong Li Kun, meniup padam lampu dan berseru: "Hai, siapa itu."

Ia terus melesat keluar, loncat keatas genteng, Tetapi empat penjuru, tak tampak suatu apa.

"Apa yang engkau lihat?" tegur Li Kun yang menyusul.

"Orang." kata Gin Liong, "ilmu meringankan tubuhnya luar biasa hebatnya."

"Benar? Apa tak salah lihat?"

"Tidak." sahut Gin Liong. "kulihat orang itu berkelebat diluar jendela."

Tiba2 rombongan ana kbuah yang dipimpin oleh isteri engkoh Li Kun yang kelima muncul dan menanyakan Gin Liong, Gin Liong agak sukar menjawab.

"Kita seperti melihat bayangan orang lewat digenteng, maka . . ." baru Li Kun menerangkan begitu, isteri persaudara Tio yang ke tiga sudah menyeletuk tertawa, "Ih, kita ini mengganggu kalian yang sedang berdua.. ."

Mereka berjumlah lima orang, isteri dari kelima saudara Tio. Yang lalu2 tertawa mendengar olok2 itu. Gin Liong dan Li Kun tersipu-sipu malu.

"Ah, mari kita pergi," kata yang seorang.

"Kita berlima bersembunyi ditempat gelap, tetapi sejak tadi kita tak melihat apa2," kata isteri persudaraan Tio yang tertua.

Akhirnya isteri jago Tio yang keempat tertawa: "Liong-te, harap engkau menemani adik Li Kun untuk mencari bayangan itu!" habis berkata kelima nyunyah muda itu segera pergi.

"Ai, karena engkau, mereka sampai datang mengolok-olok kita," Li Kun menggerutu.

"Taci Kun, apakah dalam markas juga diadakan ronda?" tanya Gin Liong.

"Dalam markas hanya tinggal mamah seorang, yang lain2 engkoh dan ensoh semua berada di luar untuk menjaga kemungkinan Pat-koay menyerang."

Tiba2 Gin Liong teringat seseorang.

"Ki sumoay . . . ." serunya.

Li Kun tertawa: "Oh, aku tolol. Kiranya engkau sedang memikirkan adik Lan, Mungkin dia masih tidur nyenyak dikamarnya, cobalah engkau jenguk."

"Aku hanya bertanya saja," kata Gin Liong seraya loncat turun, Li Kun tetap mengikuti dibelakangnya, Ketika Gin Liong lewat di jendela dia masih membau hawa yang harum: "Taci Kun bayangan tadi tentu seorang wanita. Cobalah engkau rasakan baunya masih harum."

Pedang Tanduk Naga - Sin LiongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang