Demikian mereka bertiga segera naik kudanya pula, Saat itu matahari sudah mulai condong ke barat.
Diam2 Gin Liong berkata dalam hati: "Ah, mungkin akan terjadi sesuatu lagi."
Berpaling kebelakang dilihat Li Kun berkuda di belakang tetapi ketika memandang ke belakang lagi, ia terkejut.
Di belakang ketiga ekor kuda mereka, tak berapa jauh jaraknya, tampak seorang rahib menunggang seekor kuda putih kembang. Rahib itu masih muda dan berparas cantik, ssianya diantara duapuluh empat dua puluh lima tahun, mukanya berbentuk seperti buah tho kulit putih halus, alis melengkung rebah seperti bulan tanggal satu, mata jeli bersinar bening, bibir merekah merah, hidung mancung, mulut mengulum senyum madu, menimbulkan kesan yang memikat hati.
Rambutnya yang dikonde keatas menurut seorang rahib, berhias dengan sebuah tusuk kundai kumala, jubahnya berwarna kuning susu, mengenakan pakaian luar warna jambon. Bahu menyanggul sebatang hud-tim atau kebut pertapaan. Ia memandang Gin Liong lekat2.
Tergetar hati Gin Liong ketika beradu pandang dengan rahib muda itu. Wajahnya bertebar merah, Buru2 ia tenangkan hati dan berkata kepada Li Kun.
"Taci Kun, hari sudah gelap, mari kita percepat perjalanan."
Mereka bertiga segera mencongklangkan kuda lebih pesat. Tetapi rahib itu masih tetap mengikuti
Tiba2 Gin Liong membau tebaran angin yang membawa bau harum yang aneh. Li Kun yang pertama dapat mencium bau aneh itu,ia mendengus dan deliki mata kepada rahib itu.
Sejak tadi Yok Lan tak memperhatikan soal rahib itu, Ketika mendengar Li Kun mendengus geram, barulah ia melihat rahib yang terus menerus memandang Gin Liong itu.
Entah bagaimana hati Gin Liong makin berdebar keras, ia tak berani memandang rahib itu lagi. Li Kun heran melihat kegelisahan Gin Liong, Demikian pula Yok Lan.
Diam2 Yok Lan menilai rahib itu. Seorang rahib itu seorang biarawan yang sudah mensucikan diri. Mengenakan pakaian warna yang begitu menyolok sudahlah tidak pantas, Begitu pula naik seekor kuda yang begitu tegar, ia mendapat kesan bahwa rahib itu tentu seorang murid agama yang murtad.
"Taci Kun, mari kita cepatkan kuda!" karena muak, Yok Lan segera mengajak Li Kun. Li Kun kembali mendengus geram lalu melarikan kudanya.
Rahib itu memandang Li Kun lalu tertawa dingin, walaupun mendengar, tetapi Li Kun dan Yok Lan tak ambil peduli. Demi melanjutkan perjalanan keduanya tak mau cari urusan.
Gin Liong tak mau melihat rahib itu, pun tak mau memandang Li Kun, ia segera memacu kudanya.
Tiba2 rahib muda itu tertawa, serunya: "Siau-siangkong, setelah mempunyai kawan perjalanan dua nona cantik, lalu tak kenal lagi padaku?"
Mendengar itu Gin Liong tertegun. juga Yok Lan terkesiap, Hanya Li Kun yang tak dapat menahan kemarahannya lalu mendampratnya. "Sungguh tak tahu malu, siapa yang kenal padamu?"
Rahib cantik itu pun berobah wajahnya dan menjawab dengan nada dingin: "Entah siapa yang tak punya malu, hm, tak tahu diri."
Sudah tentu Li Kun merah padam mukanya. Dengan menjerit keras ia segera mencabut pedang Pek song-kiam.
Rupanya rahib cantik itu juga marah, serunya: "Hm, kalau tak diberi sedikit pelajaran, engkau tentu belum kenal kelihayanku." Habis berkata ia terus terjangkan kudanya kemuka.
Orang2 dijalan yang sudah terlanjur bubar memang terus pergi. Tetapi yang belum berapa jauh, kembali lagi untuk melihat ramai-ramai.
Melihat rahib itu melarikan kuda kearahnya, Li Kun hentikan kuda, lintangkan pedang untuk menunggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pedang Tanduk Naga - Sin Liong
Aktuelle LiteraturIa menulis dalam sebuah buku, kemudian berseru melayangkan pengumuman lagi: "Pertandingan selanjutnya antara kepala cabang di kota Tiang-siu, Busur Emas Peluru Perak Long Thocu, melawan ketua cabang dari Kong-ciu yang Tongkat Besi Tua Cia Thocu." Pa...