"Budak, menyingkirlah, lihat mamah akan memberinya hajaran yang lebih keras !"
Habis berkata ia terus memutar tongkat dalam jurus Heng-soh-cian-kun. Tongkat seketika berhamburan menjadi segulung sinar yang menderu-deru menyambar Gin Liong.
Melihat mamahnya turun tangan, Siu Ngo pun loncat mundur dan berdiri mengawasi. sedangkan ayahnya, kakek Kaki-satu-bertongkat-besi pun berdiri dengan penuh perhatian, ia tahu bahwa sekali pun istrinya turun gelanggang, tetap takkan mampu menghajar anak muda itu.
Melihat tingkah laku si nenek, timbullah sifat dari kanak2 Gin Liong. ia marah, iapun tahu bahwa jurus Heng-soh-cian-kun atau Membabat-seribu-laskar yang dilancarkan si nenek itu merupakan serangan yang sukar dihadapi jurus itu dapat menjadi serangan yang sungguh tetapi pun dapat juga hanya sebagai serangan kosong.
Maka dengan menggembor keras, Gin Liong goyangkan tubuh namun masih tetap berdiri ditempatnya.
Rupanya si nenek sok tahu. Melihat tubuh Gin Liong bergerak cepat ia menyentaknya:
"Bagus budak, lihat bagaimana kupatahkan pahamu!" serunya, Tongkat tiba2 dirobah dalam jurus Liat-biat hoa-san atau menghantam-hancur-Hoasan, menghantam kebelakang.
Gin Liong tersenyum, Cepat ia loncat kesamping dan bersembunyi dibelakang sebuah batu besar.
Siu Ngo tercengang sedang ayahnya hanya berseri tawa. Ketika belakangnya tiada orang, kejut nenek Ban bukan kepalang. Wajahnya serentak berobah, Dengan memekik keras, ia gunakan jurus Heng-soh-ngo gak atau Menyapu lima-gunung, ia hantamkan tongkat kebelakang lagi.
Ketika berputar tubuh dan tak melihat Gin Liong, mulailah ia bingung. Keringat dingin bercucuran, serentak ia menaburkan tongkatnya dilain jurus Su-hay-theng-hun atau Empat-lautan-timbul-awan.
Tongkat berkepala ukiran burung alap2 itu segera menyambar2 laksana badai menderu dan mencurah bagaikan hujan deras, Menghantam ke kanan, menyapu ke kiri, ia merasa anak muda itu seolah berlarian mengelilinginya. Debu dan pasir bertebaran memenuhi empat penjuru.
Melihat isterinya ngamuk tak keruan itu, kakek Ik Bu It segera berseru kepada puterinya. "Hai, budak perempuan, lekas kasih tahu mamah mu, apakah budak itu masih berada dibelakangnya?"
"Mah, dia tak berada dibelakangmu," akhirnya Siu Ngo berseru dengan nada kekanak-kanakan.
Mendengar itu si nenek segera hentikan tongkatnya, menuding Siu Ngo dan berseru tegang: "Dimana budak itu?"
Nenek ini keliarkan pandang matanya ke empat penjuru, rupanya ia hendak mencari Gin Liong, Demi melihat wajah suaminya tersenyum gembira, ia segera deliki mata dan membentaknya. "Tua bangka, dimana budak itu ?"
Dengan berseri tawa, kakek Ik Bu It segera menunjuk ke sebuah batu besar kira2 setombak jauhnya dan berseru pelahan:
"Karena ketakutan budak itu bersembunyi dibalik batu itu!"
Tiba2 terdengar suara tertawa gelak2 dan munculah Gin Liong dari balik batu itu dan melangkah menghampiri. Melihat itu merahlah wajah si nenek, Tetapi pada lain saat ia pun ikut tertawa.
"Budak kecil, engkau sungguh nakal, Kali ini kuberimu ampun." serunya sesaat kemudian.
Melihat mamahnya sudah tak marah lagi, si dara Siu Ngo gembira sekali, segera ia lari menghampiri.
Kakek Ik Bu It tertawa gembira pula, serunya: "Ha, ha, peribahasa mengatakan kalau tidak berkelahi tentu tidak kenal. Rupanya siauhiap ini datang dari daerah Kwan-gwa (luar perbatasan). Maukah engkau memberitahukan namamu dan mengapa datang kemari?"
Jika tadi Gin Liong keras kepala dan liar, saat itu tampak ramah dan menghormat. Segera ia memberi hormat dan memperkenalkan dirinya, ia mengatakan kalau datang dari gunung Tiang-pek-san. Ketika tiba di gunung Hok-san, kebetulan ia berjumpa dengan kedua suami isteri tua itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pedang Tanduk Naga - Sin Liong
General FictionIa menulis dalam sebuah buku, kemudian berseru melayangkan pengumuman lagi: "Pertandingan selanjutnya antara kepala cabang di kota Tiang-siu, Busur Emas Peluru Perak Long Thocu, melawan ketua cabang dari Kong-ciu yang Tongkat Besi Tua Cia Thocu." Pa...