Gin Liong terkejut sekali menyaksikan kecepatan kedua kuda hitam itu. Tetapi ia marah karena melihat tingkah kedua penunggang kuda yang tetap melarikan kudanya sekencang-kencangnya walaupun tahu di tengah jalan terdapat seorang nona.
"Taci, menyingkirlah ketepi jalan. kedua kuda itu pesat sekali larinya!" cepat ia berseru memberi peringatan kepada Mo Lan Hwa.
Tetapi nona itu tak mau mengacuhkan. Dengan mendengus ia berseru:
"Hm, kecuali engkau loncat sejauh lima tombak, baru engkau terbebas dari hamburan salju dijalan !"
Nona itu tetap berjalan santai ditengah jalan.
Gin Liong kerutkan dahi. Berpaling kebelakang, diiihatnya kedua ekor kuda hitam itu makin dekat.
Bulusari kuda meregang tegak, mulut meringkik-ringkik, kakinya seperti terbang, menerjang maju dengan dahsyat sehingga saat itu jaraknya hanya tinggal dua puluhan tombak.
Gin Liong marah sekali. Pada saat ia hendak berseru mencegah, sebuah gelombang asap tebal telah melanda mukanya, sudah tentu pemuda ini menyedot juga dan batuk2. Ketika berpaling ternyata asap itu berasal dari pipa Hok To Beng.
Tampaknya orang tua itu tenang2 saja seperti tak terjadi suatu apa. Seperti tak tahu bahwa dia akan diterjang dari belakang oleh dua ekor kuda tegar.
Hok To Beng memandang Gin Liong dengan tertawa hambar dan serunya santai: "Kedua orang itu kebanyakan tentu berasal dari padang Taliwang di Mongolia!"
Baru Hok To Beng berkata sampai disitu, derap lari kuda makin jelas. Sebelum kuda melanda datang, anginnya sudah menderu.
Gin Liong makin terkejut. Berpaling kebelakang, dilihatnya kedua ekor kuda hitam yang tinggi perkasa sudah tiba dibelakang Mo Lan Hwa.
Nona itu kerutkan alis, Tiba2 dengan diiringi teriakan melengking, ia berputar tubuh seraya dorongkan kedua tangannya, Seketika itu meluncurlah dua gelombang angin dahsyat yang membawa debu dan salju, menerjang kedua ekor kuda tegar itu.
Mo Lan Hwa telah menumpahkan kemarahannya dalam pukulannya itu. Seketika terkejutlah kedua penunggang kuda, Mereka menggembor keras dan meloncatkan kudanya diatas kepala Mo Lan Hwa dan meluncur sampai tiga tombak jauhnya.
Gin Liong hendak memburu ketempat Mo Lan Hwa. Tetapi nona itu sudah melambung ke udara, bergeliatan dan meluncur turun kearah kedua penunggang kuda.
Dan serempak pada saat itu. Hok To Beng pun ayunkan tubuh melayang kemuka kuda.
"Kembali!" bentaknya seraya taburkan pipanya ke udara, menyongsong kedua kuda,
Taburan pipa itu menghamburkan asap tebal sehingga kuda meringkik kaget dan berontak. Sebelum kedua penunggang tahu apa yang terjadi, tiba2 sesosok bayangan melayang, membentak dan menabur asap. Dan tahu2 kedua kuda itu berdiri tegak di udara.
Menjeritlah kedua penunggang kuda karena kaget dan buru2 mereka berusaha untuk menguasai tunggangannya. Tetapi kuda itu sudah kalap. Setelah berputar-putar deras lalu melayang jatuh ketanah, membanting kedua penunggangnya.
"Bum, bum. . . .!"
Kedua penunggangnya kuda rontok giginya, mulut pecah, kepala pusing tujuh keliling.
Saat itu Mo Lan Hwa pun meluncur dari udara, maju dua langkah, membentak dan ayunkan tangan kanannya.
Melihat itu, salah seorang penunggang kuda cepat meneriaki kawannya: "Ciliwatu, hati-hati, awaslah !"
Dia sendiri terus melenting bangun dan menghantam.
Orang yang disebut Ciliwatu itu rupanya sudah tahu kalau dirinya diserang si nona. Pada saat kawannya bergerak, dengan jurus Ikan Leihi-melenting, dia pun melambung ke udara sampai dua tombak, lalu dengan gerak bergeliatan, dia melayang turun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pedang Tanduk Naga - Sin Liong
Ficción GeneralIa menulis dalam sebuah buku, kemudian berseru melayangkan pengumuman lagi: "Pertandingan selanjutnya antara kepala cabang di kota Tiang-siu, Busur Emas Peluru Perak Long Thocu, melawan ketua cabang dari Kong-ciu yang Tongkat Besi Tua Cia Thocu." Pa...