Siapa dia?

1.1K 85 1
                                    



Minggu pagi Rasi dan Bi Suci sedang membereskan ruang tamu rumah Raka, sedangkan Raka sendiri masih di kamarnya. Rasi membersihkan barang-barang dengan kemoceng, sedangkan Bi Suci bertugas menyapukan lantai.

"Bi, Rasi boleh nanya sesuatu gak? Tapi takut disangka ikut campur," Rasi menatap Bi Suci.

"Selagi bibi bisa jawab, non."

"Kenapa Raka sebegitu dinginnya sama ayahnya sendiri?" tanya Rasi tampak hati-hati.

Bi Suci terlihat menarik nafas pelan, menyimpan sapunya di balik kursi dan menghampiri Rasi. "Gak sepantesnya bibi bilang ini, tapi mungkin non Rasi bisa bantuin bibi. Rasi memiliki trauma yang sampe sekarang membekas dihatinya. Dan, itu semua gara-gara ayahnya sendiri"

Belum sempat bi Suci meneruskan ucapannya, tiba-tiba datang Raka di hadapan mereka entah sejak kapan. :Atas dasar apa bibi bilang masalah pribadi saya kepada orang lain? Dan, atas dasar apa anda, Rasi, menanyakan hal pribadi saya kepada orang lain?" Raka terlihat aneh dengan bahasa dan gerak-geriknya itu.

Ketika Rasi membuka mulut, tiba-tiba pintu terbuka memperlihatkan sosok laki-laki yang kepalanya telah beruban beberapa helai. "Siapa wanita ini, Raka?" laki-laki itu Pangestu. Dia menunjuk ke arah Rasi dengan mata yang memerah.

"Jawab! Sejak kapan kamu menyembunyikan perempuan di rumah ini, hah?"

Rasi diam. Bi Suci menunduk. Hanya Raka yang menatap tepat ke dalam mata milik Pngestu itu, "Sejak kapan Papa peduli sama Raka? Hak Raka dong mau bawa siapa aja ke rumah."

"Kamu berani sama Papa? Kamu mulai main belakang sekarang? Sejak kapan kamu main perempuan!?" Pangestu berjalan mendekati Raka sampai hampir tidak ada jarak diantar mereka.

"Dia temen Raka! Raka gak brengsek kaya papa yang bisanya mainin perempuan! Raka gak sebodoh papa yang bisanya Cuma nyakitin perempuan!" raka mengepalkan tangannya mencoba menahan amarahnya.

Pangestu terlihat kaget dengan apa yang Raka katakan. Bahkan, anaknya sendiri tega menyebutnya brengsek. Sedalam itukah luka yang Raka rasakan karena dirinya?

"Kenapa? Papa gak bisa jawab?"

"Kamu!" Pangestu menunjuk Rasi. "Cepat keluar dari rumah ini sekarang juga!"

Rasi yang ditunjuk menatap Raka dengan mata yang berkaca-kaca. Rasi paling tidak suka dibentak, bagaimana-pun disini rasi tidak salah.

"Ini rumah Raka, bukan rumah papa. Ini rumah hasil jerih payah Raka sendiri, bukan keringat papa. Di rumah ini, gak ada peraturan buat papa ngusir orang seenakknya. Yang ada, kenapa papa masuk tanpa mengetuk pintu?" Raka menaikkan satu alisnya ke atas. "Kalo papa ngusir Rasi itu artinya papa juga ngusir Raka dari rumah Raka sendiri. Milik Raka, milik Rasi juga. Rasi pergi, Raka juga harus pergi!"

"Sekarang, bersediakah papa pergi meninggalkan rumah hasil keringat Raka sendiri?"

*

Berdiam diri di bawah langit malam berbintang, didekap angin malam yang perlahan membelai, dan deru kendaraan yang semakin lama semakin menghilang. Raka sedang berada di rooftop rumahnya sembari melihat ke atas langit. Ada beribu bintang di sana. Juga, satu bulan yang sedang tersenyum.

Raka tersenyum miris. Tatapannya sendu. Dia rindu pada sosok bintang yang paling terang dihidupnya. Dia rindu pada bulan yang selalu tersenyum dalam keadaan apapun. Dia rindu pada langit malam yang bersedia menghitam. Dia rindu pada sosok itu. Sosok yang setiap pagi bak mentari yang hangat. Yang setiap sore terlihat indah bak senja.

Raka menjambak rambutnya sendiri. Dia ingin sekali berteriak jikalau ini bukan di rumahnya sendiri-ralat- jikalau di rumahnya tidak ada bi Suci ataupun Rasi. Raka berusaha tidak meneteskan air mata walaupun sebenarnya dia sesak untuk menahannya.

Raka harus kuat.

Raka tidak boleh menangis.

Raka bukan orang yang cengeng.

Raka harus percaya bahwa ini adalah takdir.

Tanpa disadari, Rasi telah terduduk di samping Raka semenjak dia menjambak rambutnya sendiri. Rasi menatap Raka heran. Rasi bingung dengan sifat Raka itu. Di sekolah, Raka tidak konsisten. Kadang genit, kadang pendiem, kadang nyebelin, kadang ngeselin, kadang juga bandel minta ampun. Tapi di rumah Raka seolah terbalik. Dia tidak banyak bicara. Tatapan matanya tampak kosong. Sikapnya aneh, terlebih kepada ayahnya sendiri. Rasi juga sampai sekarang belum bertemu ibu Raka, atau orang yang dipanggil tante adalah ibunya? Ah entahlah, rasi rasa itu tidak mungkin.

Tanpa diduga, tubuh Raka bergerak sendiri. Dia mendekap Rasi dalam satu hentakan. "I miss my mom."

*

hola/hai/hii/hee/hoo

maafkan karena ini terlalu pendek dan gaje. kasih kritik dan sarannya dong :')

next capt? 20vote! (canda ga yaa?)

mau tau makna dari lukisan yang di capter sebelumnya dan apa maksud Raka meluk Rasi sambil bilang kaya gitu? ikutin terus kisah 3R2A dan 2R ya! Galaksi ke2.

Galaksi ke2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang