Tidak mungkin!

1K 70 3
                                    




"Gak! Ayah Ibu!" Rasi berteriak dan mengguncang tubuh Aidan. "Lo!" Rasi menunjuk Aidan dengan jari telunjuknya tepat di bagian hidungnya.

Sedangkan Aidan tidak berkutik sama sekali. Matanya memerah. Raut wajahnya bercampur antara malu dan merasa bersalah.

Rasi menjambak rambutnya prustasi. Tangisnya pecah seketika. Pantas saja selama ini Aidan begitu dingin kepadanya bahkan saat teman-temannya bertaruh untuk mendapatkan Rasi.

"Liat apa yang udah lo lakuin Dan!" Rasi menunjuk kedua makam ayah dan ibunya, "Mereka gak bakal hidup lagi!"

"Gue gak sengaja-"

"Gue tahu!" Rasi memotong perkataan Aidan, "Lo ngelakuinnya gak sengaja, gue tahu lo bukan orang yang main bunuh orang tanpa sebab. Tapi seenggaknya, kenapa lo gak tanggung jawab? Kenapa lo gak datang ke pemakaman mereka? Kenapa lo gak minta maaf? Mungkin, kalo sekarang gue gak ke sini, gue gak bakal tahu kalo penyebab ayah sama ibu gue meninggal adalah karena lo!"

Aidan menundukkan pandangannya, "Gue terlalu pengecut,Ras."

PLAK

Tanpa ba-bi-bu, Rasi menampar pipi Aidan sampai tubuhnya ikut terhuyung. Aidan masih diam, bahkan sampai Rasi menampar dan menonjokknya beberapa kali. Aidan tidak melawan karena memang dia sadar, ketidaksengajaannya adalah kematian orang lain.

Melihat itu Raka tidak tinggal diam. Raka menarik Rasi dan mencoba menenangkannya. Sedangkan Rasi meronta ingin terus menghajar Aidan.

"Dan, mending lo pergi sekarang," Raka menatap Aidan penuh arti.

Aidan-pun pergi meninggalkan mereka berdua di pemakaman.

"Kenapa lo malah ngebiarin dia pergi sih!" Rasi melepaskan genggaman Raka secara paksa.

"Ras! Lo kenapa kaya kesetanan gini sih!"

"Gimana gue gak marah! Aidan tuh yang nabrak ayah sama ibu sampe meninggal!"

"Tapikan itu gak sengaja." Raka menatap Rasi dalam.

"Gara-gara dia gue gak bisa lagi ketemu sama Ayah dan Ibu!" Rasi semakin menjadi-jadi.

"Ini takdir Tuhan, Rasi! Semua yang hidup pasti bakal mati. Tapi caranya berbeda-beda. Gue ngerti gimana rasanya jadi lo. Gue pernah ngalamin sebelumnya, Ras. Gue gak mau apa yang udah terjadi sama gue juga terjadi sama lo."

Perlahan rintik hujan mulai turun seakan ikut menemani tangis di pipi Rasi. Angin membelai menusuk tulang membuat dada semakin sesak. Raka dengan perlahan mendekap Rasi erat.

*

Rasi terduduk di kursinya dengan mata yang sembab. Bahkan, PR untuk hari ini saja dia lupa mengerjakan. Rasi lantas membalikkan badannya menatap sahabatnya yang sedang asik memainkan handfhonenya.

"Rat, gue liat PR dong."

Tidak ada jawaban. Rasi menyenggol Ratih. Barulah dia menatap. Tapi ada tatapan berbeda. Ratih seolah sedang menyimpan amarah. Ah entahlah, tatapan itu tak berlangsung lama karena Ratih langsung membawa tasnya dan pergi ke kursi belakang meninggalkan Rasi yang dengan sejuta pertanyaan di benaknya; Ratih kenapa?

*

Rehan menatap ke penjuru kantin. Tak ada satu kursipun yang kosong. Semuanya telah penuh terisi. Rehan seolah menyesali di dalam hatinya, biasanya jam segini nongkrong di ujung kantin sama 3R2A, tapi sekarang mereka kemana ya? Begitulah kiranya isi hati Rehan berbicara.

Dengan berat hati dan perut yang lapar, Rehan ikut mengantri memesan siomay pengganjal perutnya. Setelah hampir sepuluh menit menunggu, barulah piring yang berisi siomay itu berada di tangannya.

Rehan kembali melihat ke seluruh penjuru kantin. Tak ada meja yang kosong, kecuali satu kursi kosong di ujung kantin.

"Gue boleh duduk disini?" tanpa menunggu jawaban Rehan sudah terduduk.

"Lo duduk sebelum gue nge-iya-in," cewek yang ada di hadapannya tersenyum kaku.

"Gue Rehan," Rehan mengulurkan tangannya bermaksud untuk berkenalan.

"Gue tahu siapa lo, kak," cewek itu ikut mengulurkan tangan, tapi sekejap, "Gue Riri."

Rehan menatap Riri dari ujung kepala sampai ujung dagu. Rehan menggigit jemarinya. Inikan salah satu cewek yang mau dijadiin taruhan? Ternyata sekolah sempit ya?

"Kenapa kak?"

"Ah gapapa. Yaudah yu kita makan."

*

"Aduh!" Revan mengaduh ketika bola volly mendarat tepat di kepalanya.

Seorang cewek bertubuh jangkung menghampiri Revan dan membawa bola volly itu. "Sorry kak gak sengaja."

Sekarang, Revan sedang berada di pinggir lapangan. Dia tadinya berniat mengajak anggota 3R2A bermain basket, akan tetapi dirinya tidak menemukan satu batang hidungpun.

Revan menatap cewek di hadapannya itu dengan teliti, membuat cewek itu sedikit risih. "Kenapa sih kak? Ada yang salah sama gue?"

Revan mengernyit, "Gak."

Revan menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal, "Lo Fani ya?"

"Loh kok tahu?"

Gimana gue gak tahu orang lo termasuk cewek yang mau dijadiin taruhan, untung gak jadi.

*

Hola, ada yang kangen gak sama Rasi Raka? Mohon saran dan kritiknya ya, juga mohon dukungannya.

terimakasih^^

25 Maret 2017

Galaksi ke2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang